JAKARTA - Presiden Amerika Serikat menjalani pengobatan COVID-19 dengan menggunakan obat antivirus besutan Pfizer, Paxlovid, dengan kondisinya hanya mengalami gejala ringan dan telah menerima vaksin penuh serta dosis booster.
Obat antivirus Paxlovid yang diminum Presiden Biden, telah terbukti mengurangi risiko penyakit parah hingga hampir 90 persen, pada pasien berisiko tinggi jika diberikan dalam lima hari pertama infeksi.
Tetapi, Paxlovid dalam beberapa kasus telah dikaitkan dengan infeksi rebound, di mana pasien membaik dengan cepat dan tes negatif setelah pemberian obat selama lima hari, dengan gejala kembali beberapa hari kemudian.
Dr. Bruce Farber, kepala penyakit menular di Northwell Health di New York, yang tidak merawat presiden, mengatakan Paxlovid kemungkinan satu-satunya pengobatan yang akan didapatkan Presiden Biden, kecuali gejalanya memburuk.
"Orang tua lebih berisiko mengembangkan komplikasi dari COVID," kata Farber, melansir Reuters 22 Juli.
"Ini secara dramatis lebih rendah jika Anda telah divaksinasi dan ditingkatkan (booster) dua kali lipat, yang telah dia lakukan, jadi saya mengantisipasi dia akan melakukannya dengan sangat baik," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden positif terinfeksi COVID-19 setelah menjalani tes, mengalami gejala sangat ringan dan akan menjalani isolasi di Gedung Putih sambil tetap bekerja.
Dokter Gedung Kevin O'Connor dalam keterangan yang dirilis Kamis menyebut, Presiden Biden mengalami pilek, kelelahan dan sesekali batuk kering, gejala yang mulai ia alami pada Rabu malam. Dikatakannya, Presiden Biden mulai menggunakan pengobatan antivirus Paxlovid.
"Dia divaksinasi penuh dan dua kali menerima booster, mengalami gejala yang sangat ringan," kata sekretaris pers Karine Jean-Pierre dalam sebuah pernyataan.
BACA JUGA:
Gedung Putih akan memberikan pembaruan harian tentang kesehatan Biden, dan dia akan mengikuti pedoman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), sambil menjalani isolasi di Gedung Putih namun tetap bekerja, kata Karine.
Diketahui, kasus COVID-19 di Amerika Serikat naik lebih dari 25 persen pada bulan lalu, menurut data CDC, karena subvarian BA.5 yang menyebar dengan cepat telah mengambil alih.
Mampu menghindari perlindungan kekebalan yang diberikan baik oleh vaksinasi atau infeksi sebelumnya, BA.5 telah menjadi subvarian dominan di Amerika Serikat setidaknya sejak awal Juli dan telah mendorong lonjakan infeksi baru secara global.