Disebut Ombudsman Lakukan Maladministrasi dalam Penanganan PMK, Ini Respons Badan Karantina Pertanian
Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Bambang. (ANTARA/M. Baqir Idrus A)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Bambang memastikan tidak ada maladministrasi dalam seluruh proses tindakan karantina ternak untuk mencegah penyebaran wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Menurutnya, seluruh proses yang dilakukan Barantan transparan.

Hal itu dikatakan Bambang merespons Ombudsman yang menyarankan pemerintah untuk meninjau kembali kinerja Barantan, terutama soal karantina hewan. Ombudsman menilai Barantan lalai dalam mengidentifikasi risiko penyebaran wabah PMK dari Jawa Timur ke berbagai daerah lain di Indonesia.

“Artinya transparan. Kalau ada maladministrasi pasti ketahuan karena sudah digunakan sistem teknologi informasi, (yaitu) single submission ekspor-impor untuk semua proses transaksi karantina yang diketahui oleh Bea Cukai, otoritas pelabuhan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan pihak lainnya,” ujarnya di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis 21 Juli.

Ombudsman juga menganggap fungsi pengawasan Barantan lemah yang terlihat dari munculnya tiga jenis penyakit eksotik atau wabah penyakit ternak di Indonesia dari 2019 sampai Mei 2022, yaitu wabah demam babi Afrika, penyakit kulit berbenjol, dan PMK.

Selanjutnya, implementasi kinerja Badan Karantina Hewan (BKH) dinilai Ombudsman tidak harmonis dengan fungsi kesehatan hewan yang ada di pusat dan daerah.

Adapun di antaranya, Karantina Hewan tidak pernah menyampaikan sertifikat pelepasan kepada otoritas berwenang daerah tujuan di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota atas hewan yang dimasukkan dari daerah lain.

Menurut Bambang, pihaknya belum mampu mengawasi 340 bandara, 636 pelabuhan laut, dan 18 pos lintas batas negara karena keterbatasan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran wabah PMK.

“Seiring dengan peningkatan lalu lintas komoditas pertanian, ke depan diharapkan Barantan dapat hadir di setiap titik perbatasan negeri,” ungkapnya disitat Antara.

Meskipun kekurangan SDM maupun sarana-prasarana, Barantan bersama Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan bersama TNI/Polri disebut melakukan pengawasan lalu lintas hewan rentan PMK.

Sepanjang 2021 hingga Juni 2022, Barantan bersama Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan bersama TNI/Polri dinyatakan mampu melakukan penangkapan sekaligus pemusnahan, antara lain hewan ternak berupa 1.840 kambing asal Thailand yang masuk secara ilegal di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh.

“Penerapan biosekuriti turut diimplementasikan dalam bentuk karpet disinfektan di seluruh bandara dan pelabuhan guna mengendalikan risiko penyebaran virus PMK,” ujar Bambang.

Terkait pernyataan Ombudsman yang mengatakan ada ketidakharmonisan BKH pusat dengan daerah, dia mengklaim pihaknya telah memberikan sertifikat pelepasan kepada otoritas berwenang daerah (veteriner) tujuan di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota atas hewan yang dimasukkan dari daerah lain.

Jika sertifikat pelepasan tak diberikan kepada otoritas veteriner, Bambang memastikan hewan ternak yang hendak dikirim tak lolos uji kesehatan.

Berdasarkan skema lalu lintas hewan ternak, sertifikat pelepasan akan dikeluarkan Barantan andaikata otoritas berwenang daerah sudah mengeluarkan terlebih dahulu sertifikat veteriner yang menjadi bukti kesehatan hewan ternak.

“Sertifikat veteriner hanya satu dari sekian banyak persyaratan-persyaratan ketika pelaku usaha membawa angkutan yang akan dilalulintaskan. Seperti sertifikat sanitasi, sertifikat kesehatan, dan rekomendasi dari instansi teknis, dan aturan-aturan lain,” tandasnya.