Ada Dua Wabah Lain Selain PMK yang Serang Hewan Ternak, Ombudsman Sebut Fungsi Pengawasan Badan Karantina, Lemah!
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Ombudsman RI mengungkap ada tiga wabah yang masuk ke Indonesia sejak tahun 2019 hingga Mei 2022. Ketiga penyakit eksotis itu adalah African Swine Fever (ASF) atau wabah demam babi Afrika, Lumphy Skin Disease (LSD) atau wabah penyakit berbenjol dan Penyakit Mulut dan Kaki (PMK).

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan pihaknya menyoroti lemahnya kinerja Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan). Seharunya, kata Yeka, lalu lintas hewan diperketat dengan kewaspadaan yang tinggi.

"Lemahnya fungsi pengawasan Badan Karantina terlihat dari munculnya beberapa kasus wabah penyakit ternak di Indonesia. Sejak akhir tahun 2019 sampai dengan bulan Mei 2022 Indonesia telah dimasuki tiga jenis penyakit eksotik dan menyebar di dalam negeri," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis 14 Juli.

Kata Yeka, masuknya tiga wabah ini dibuktikan dengan adanya tiga keputusan Menteri Pertanian tentang kejadian wabah tersebut. Pertama, terkait dengan ASF yang terjadi sekitar tahun 2019. Dimana ada Kepmentan No. 820 Tahun 2019 tentang Wabah Demam Babi Afrika.

"Jadi pemerintah mengakui ASF. Ribuan babi di sungai. Coba saja dicek masih ada videonya, (terjadi) di Sumatera Utara," jelasnya.

Kemudian, lanjut Yeka, wabah LSD. Keberadaan penyakit ini dibuktikan dengan adanya Kepmentan No 242 Tahun 2022 tentang wabah Penyakit Kulit Berbenjol.

"Ilustrasinya coba bayangkan kulit sapi di situ ada benjolan-benjolan, nah itu adalah penyakitnyan" tuturnya.

Terakhir adalah PMK. Keberadaan wabah ini dibuktikan dengan Kepmentan No 403 Tahun 2022, dan Kempentan No. 404 Tahun 2022 Tentang Wabah PMK di Prov. Jatim dan Prov. Aceh.

"Ketiga penyakit hewan menular tersebut yaitu ASF, LSD dan PMK adalah penyakit yang sangat merugikan industri peternakan di Indonesia, bukan hanya sapi. Sebab, dalam waktu cepat sejak ditetapkannya wabah oleh Menteri penyakit tersebut menyebar ke provinsi lainnya dan pulau-pulau lainnya," ucapnya.

Yeka menjelaskan setiap negara memiliki unit instansi yang bertanggung jawab menjaga bordernya masing-masing terhadap masuk dan menyebarnya penyakit hewan menular dari luar negeri.

Di Indonesia, lanjut Yeka, tugas dan fungsi mencegah masuk dan menyebarnya penyakit hewan menular termasuk penyakit eksotik seperti ASF, LSD dan PMK diemban oleh Badan Karantina Pertanian- Kementan. Melalui unit-unit kerjanya yaitu Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di setiap Provinsi serta Pelabuhan dan Bandara di Indonesia.

"Pencegahan tersebut juga meliputi pencegahan penyebarnya penyakit di dalam negeri terutama antar pulau," ujarnya.

Namun, kata Yeka, fungsi pengawasan Badan Karantina sangat lemah. Padahal, lembaga ini mendapatkan anggaran yang tak sedikit yakni kurang lebih Rp 1 triliun per tahun untuk menjalankan tugasnya.

"Setiap tahunnya Badan Karantina Pertanian menghabiskan anggaran kurang lebih Rp 1 triliun. Tidak sedikit uang rakyat digunakan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi Badan Karantina, namun demikian lembaga tersebut gagal dalam membendung pelbagai penyakit eksotik di wilayah Indonesia," katanya.