Bagikan:

JAKARTA - Ombudsman menilai dampak dan cakupan penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) telah meluas di Indonesia. Atas dasar itu, Ombudsman menyarankan Satgas PMK menaikan status wabah PMK menjadi wabah nasional.

"Ombudsman RI menyarankan secara terbuka agar Satgas PMK meningkatkan status dari status keadaan tertentu darurat menjadi status wabah nasional," kata anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika saat memberikan keterangan pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis 14 Juli.

Peningkatan status itu, kata Yeka, dibutuhkan karena wabah PMK telah penuhi kriteria bencana nasional, seperti yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Ia lantas menyebutkan banyak hewan terjangkit PMK yang berimplikasi pada tingginya jumlah hewan yang mati dan banyaknya sapi terjangkit sehingga menyebabkan turunnya produktivitas bidang peternakan di Tanah Air.

Ada pula, kata dia, indikator terkait dengan tingginya nilai kerugian ekonomi yang ditimbulkan secara keseluruhan dan luasnya sebaran wilayah terdampak PMK.

Yeka memaparkan jumlah hewan yang terpapar PMK. Hingga Kamis 14 Juli, pukul 08.56 WIB, total hewan yang sakit mencapai 366.540 ekor.

"Berdasarkan pantauan Ombudsman sampai dengan Kamis 14 Juli 2022 pukul 08.56 WIB di laman siagapmk.id, total hewan sakit mencapai 366.540 ekor, sembuh 140.321 ekor, mati 2.419 ekor, potong bersyarat 3.698 ekor, dan belum sembuh 220.102 ekor," kata dia.

Berdasarkan data itu, kata Yeka, potensi kerugian yang dialami oleh peternak sapi diperkirakan tidak kurang dari Rp788,81 miliar.

Ditambah lagi, lanjut dia, wilayah persebaran wabah PMK ini pun meningkat, dari data pada tanggal 9 Mei 2022 terkonfirmasi dua provinsi menjadi 22 provinsi pada tanggal 13 Juli 2022.

"Ini sudah memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai bencana nasional, sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana," tandasnya.