Bagikan:

JAKARTA - Penyebaran wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak sangat cepat. Bahkan, dalam kurun waktu satu bulan dari bulan Juni-Juli wabah PMK sudah menyebar di 22 provinsi di Indonesia.

Akibatnya, peternak sapi daging harus menanggung kerugian yang tidak sedikit yakni sebesar Rp788,81 miliar. Hal ini disampaikan Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 14 Juli.

Yeka mengatakan saat ini wabah PMK tidak hanya menjangkiti hewan ternak sapi, melainkan juga hewan ternak lainnya seperti kerbau, kambing, domba, dan babi.

Berdasarkan pantauan Ombudsman sampai dengan Selasa, 14 Juli 2022 pukul 08.56 WIB pada laman siagapmk.id, total hewan sakit mencapai 366.540 ekor, sembuh 140.321 ekor, mati 2.419 ekor, potong bersyarat 3.698 ekor, belum sembuh 220.102 ekor, cakupan vaksinasi 476.650 ekor, dan jumlah sebaran kasus pada 22 provinsi.

Dengan masifnya penyebaran wabah ini, Ombudsman RI menilai Badan Karantina Pertanian Kementan. Melalui unit-unit kerjanya yaitu Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di setiap Provinsi serta Pelabuhan dan Bandara di Indonesia gagal dalam melakukan tugas menangani penyebaran wabah PMK.

Akibatnya, kata Yeka, peternak sapi khususnya sapi daging mengalami kerugian yang tidak sedikit. Padahal, setiap tahunnya Badan Karantina Pertanian menghabiskan anggaran yang berasal dari APBN kurang lebih Rp1 triliun untuk menjalankan tugasnya.

"Ombudsman berpandangan bahwa mitigasi dan penanganan kedepan perlu lebih ditingkatkan mengingat potensi nilai kerugian yang terus meningkat setiap harinya. Ini kerugian Rp788,81 miliar. Itu kerugian peternak sapi daging," tuturnya.

Yeka mengatakan total kerugian sebesar Rp788,81 miliar ini belum termasuk kerugian yang diderita oleh para peternak sapi perah. Kerugian peternak sapi perah mencapai Rp6 miliar per hari. Hal ini sebabkan menurunnya secara drastis produksi susu sapi yang mereka hasilkan.

Berdasarkan data GKSI per 13 Juli 2022, sapi perah yang terinfeksi PMK sebanyak 19.267 ekor di Jawa Barat (24,65 persen dari total populasi sapi perah), 5.189 di Jawa Tengah (12,55 persen dari total populasi sapi perah), dan 55.478 ekor di Jawa Timur (31,19 persen dari total populasi sapi perah), dengan penurunan produksi susu masing-masing mencapai 30 persen (sekitar 137,14 ton), 40 persen (sekitar 66 ton), dan 30 persen (sekitar 535,71 ton).

"Potensi kerugiannya, karena di situ produksi susu kita turun sekitar hampir 700 ton per hari. Jadi hari ini kita tidur, besok itu berkurang produksi susu kita 700 ton. Potensi kerugiannya anggap saja 700 ton dikali Rp8000, maka hitungan kerugiannya tidak kurang dari Rp6 miliar per hari, atau dalam satu bulan bisa mencapai Rp1,7 triliun," ujarnya.

"Jadi ini bukan gambaran kerugian yang enteng sederhana kalau kita responnya hanya bisa-biasa saja tidak tahu jadinya," sambungnya.

Selain itu, kata Yeka, penurunan produksi susu sapi rakyat sebanyak 700 ton per hari akan berdampak terhadap meningkatnya impor susu.