Dianggap Tak Becus Kerja, Ombudsman Minta Pemerintah Tinjau Kinerja Badan Karantina Kementan
Anggota Ombudsman RI, Yeka H Fatika (kiri)/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Ombudsman RI mengimbau pemerintah agar meninjau kembali kinerja Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian, khususnya Karantina Hewan dalam mencegah dan menanggulangi wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).

"Ombudsman RI menyarankan secara terbuka agar pemerintah mereviu kembali kinerja instansi Badan Karantina Pertanian, khususnya Karantina Hewan," kata anggota Ombudsman RI, Yeka H Fatika, saat memberikan keterangan pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis 14 Juli.

Menurut dia, Badan Karantina Pertanian, khususnya Karantina Hewan telah lalai dalam mengidentifikasi risiko penyebaran wabah PMK dari Jawa Timur ke daerah-daerah lain di Indonesia sehingga terjadilah penyebaran wabah tersebut.

Kemudian, Yeka juga menyampaikan perihal lemahnya fungsi pengawasan Badan Karantina. Ia mengatakan hal tersebut terlihat dari munculnya tiga jenis penyakit eksotik atau wabah penyakit ternak di Indonesia dari 2019 sampai Mei 2022, yaitu wabah demam babi Afrika, penyakit kulit berbenjol, dan PMK.

"Terdapat tiga keputusan Menteri Pertanian tentang kejadian wabah dimaksud, yaitu Kepmentan Nomor 820/2019 tentang Wabah Demam Babi Afrika, Kepmentan Nomor 242/2022 tentang Wabah Penyakit Kulit Berbenjol, dan Kepmentan Nomor 403/2022 serta Kempentan Nomor 404/2022 Tentang Wabah PMK di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Aceh," jelas dia dikutip Antara.

Ketiga penyakit hewan menular tersebut, kata dia, merupakan penyakit yang sangat merugikan industri peternakan di Indonesia. Bahkan, penyakit-penyakit itu menyebar secara cepat ke provinsi lainnya dan pulau pulau lainnya.

Selanjutnya, dia juga memaparkan sejumlah implementasi kinerja Badan Karantina Hewan yang dinilai oleh Ombudsman RI tidak harmonis dengan fungsi kesehatan hewan yang ada di pusat dan daerah.

Di antaranya, Karantina Hewan tidak pernah menyampaikan sertifikat pelepasan kepada otoritas berwenang daerah tujuan, baik itu pada tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota atas hewan yang dimasukkan dari daerah lain.

Hal tersebut, kata dia, mengakibatkan gagalnya atau sulitnya pelaksanaan kewaspadaan dini oleh otoritas daerah dalam mencegah penyebaran wabah penyakit terkait dengan bidang peternakan.

"Hal ini mengakibatkan gagal atau sulitnya pelaksanaan kewaspadaan dini oleh otoritas daerah, padahal hal ini juga diatur pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82/2000 tentang Karantina Hewan," ujar dia.