Bagikan:

JAKARTA - Ombudsman RI menemukan beberapa permasalahan maladministrasi dalam pemberian rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) bawang putih oleh Kementerian Pertanian (Kementan).

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, temuan ini didapat setelah pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap 12 pihak, di antaranya Kementan, Badan Pangan Nasional, Lembaga Nasional Single Windows, Badan Karantina Indonesia, dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Berdasarkan hasil temuannya, Teka mengatakan, banyak importir bawang putih yang masih kesulitan mendapatkan persetujuan impor. Hal ini disebabkan oleh penerbitan RIPH dari Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan yang bermasalah.

Yeka mengungkapkan, banyak importir yang tak bisa masuk ke sistem RIPH online. Selain itu, ada juga permohonan yang diajukan oleh importir ditolak dan banyak pula yang masih belum diverifikasi oleh Kementan.

Padahal, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 39 Tahun 2019, proses validasi dan verifikasi dokumen teknis RIPH seharusnya dapat diselesaikan dalam waktu 5 hari kerja.

Namun, dia menyebut bahwa sebagian permohonan lain justru memiliki jangka waktu yang relatif cepat atau masih dalam jangka waktu yang ditentukan.

"Sehingga menyebabkan tindakan penundaan berlarut, diskriminasi, penyimpangan prosedur dan tidak kompeten dalam pelaksanaan pelayanan RIPH Bawang Putih," ujar Yeka dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu, 23 Maret.

Temuan berikutnya adalah Ombudsman mendapati banyaknya importir yang tidak melakukan syarat wajib tanam bawang putih.

Wajib tanam bawang putih merupakan kebijakan pemerintah yang mewajibkan importir bawang putih untuk menanam dan memproduksi bawang putih di dalam negeri. Tujuannya untuk meningkatkan produksi bawang putih nasional.

Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2017 tentang RIPH.

Menurut Yeka, perusahaan bawang putih makin banyak tiap tahunnya. Namun, dari 214 perusahaan yang melakukan impor bawang putih pada 2023, hanya 44 perusahaan yang melaksanakan wajib tanam bawang putih.

"Terlapor dan jajaran telah gagal dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan wajib tanam bawang putih. Kebijakan wajib tanam bawang putih saat ini belum mampu membantu meningkatkan luas tanam dan produksi bawang putih dalam negeri," ucapnya.

Kebijakan ini, lanjut Yeka, perlu dievaluasi karena banyak importir yang memanfaatkan celah aturan untuk menghindari kewajiban itu.

Kebijakan wajib tanam ini diwajibkan bagi perusahaan yang sudah pernah melakukan impor, sedangkan yang belum pernah impor tidak harus menjalankan wajib tanam.

"Jumlah perusahaan lama yang melakukan wajib tanam makin sedikit. Artinya, tahun ini dia dapat impor, tetapi tidak melakukan wajib tanam. Bentuk saja perusahaan baru, kemudian mengajukan impor lagi. Sehingga, makin banyak perusahaan bawang putih tiap tahunnya," ungkapnya.