Bagikan:

JAKARTA - Indonesian Youth Council for Tobacco Control (IYCTC) mengatakan Indonesia diprediksi menjadi pangsa rokok elektronik berupa vape terbesar yang akan kalahkan Malaysia di kawasan Asia Tenggara.

“Indonesia sendiri mengalami peningkatan yang signifikan terhadap penjualan rokok elektronik, sejak tahun 2015 hingga 2019. Bahkan diproyeksikan Indonesia akan segera mengalahkan Malaysia sebagai pasar rokok elektronik Di Asia Tenggara,” kata Anggota Tim Youth Led dari IYCTC Oktavian Denta dalam Diseminasi Rokok Elektronik yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Denta mengatakan Indonesia sudah ditargetkan oleh produser-produser rokok elektronik sebagai pangsa pasar industri elektronik selanjutnya. Terbukti dari peningkatan signifikan dari penjualan rokok elektronik sejak tahun 2015 hingga 2019 berdasarkan penelitian dari Euromonitor tahun 2020.

Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2021 pun menyebutkan, peningkatan terjadi karena jumlah pengguna rokok elektronik usia 15 tahun ke atas semakin bertambah dari 480 ribu pengguna atau sekitar 0,3 persen pada tahun 2011 menjadi 6,6 juta pengguna atau 3,0 persen di tahun 2021.

Denta menyayangkan prediksi tersebut kemungkinan benar-benar akan terjadi karena hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyebutkan bila sebanyak 2,8 persen pengguna elektronik di Indonesia merupakan kaum muda yang masih berprofesi sebagai pelajar.

“Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2017 dan 2019, serta Riskesdas 2018 pun mengatakan lebih dari 95 persen pengguna rokok elektronik di Indonesia merupakan dual users,” ujar dia.

Anggota Tim Investigasi dari IYCTC Jordan Vegard Ahar menambahkan konsumsi terkait rokok elektronik di Indonesia sendiri kini semakin populer dan terus berkembang.

Dari data yang dirinya dapatkan dari Kementerian Perindustrian RI pada tahun 2020, Indonesia sudah memiliki distributor atau importir rokok elektronik sebanyak 150 perusahaan, 300 pabrik produsen cairan (liquid), 100 perusahaan produsen alat dan aksesori, 5.000 pengecer yang berbentuk toko ritel dan 18.677 cairan dari penjualan liquid favor.

Jordan menyebutkan dari sembilan kabupaten/kota yang telah disurvei oleh timnya, setidaknya menemukan ada 500 toko lebih yang menjual rokok elektronik tersebut.

Menurutnya, hal itu dapat terjadi karena maraknya iklan promosi di media sosial dan minimnya kebijakan yang dimiliki oleh Indonesia dalam mengatur peredaran dan penggunaan dari rokok elektronik tersebut.

Parahnya, meski seluruh toko yang disurvei mengaku tidak memberikan izin pada anak untuk membelinya, anak-anak masih bisa membeli rokok elektronik secara bebas. Dari 24 pengguna yang dirinya wawancara, 11 di antaranya mengaku masih berusia di bawah 18 tahun.

Bahkan tujuh pengguna mengaku membelinya karena ingin terlihat keren dalam lingkup pergaulan mereka. Beberapa bahkan mengaku bisa membeli melalui teman-temanya.

Jordan berharap, pemerintah dapat segera membuat regulasi yang jelas terutama kebijakan yang mengatur maraknya promosi iklan di media sosial yang sering digunakan oleh anak-anak, serta kajian mendalam terkait masih mudahnya anak bisa membeli rokok elektronik tersebut.

“Sebagian besar dilarang dan tidak mendapat izin dari orang tuanya untuk mengkonsumsi rokok elektronik. Tapi karena mereka ingin mengikuti tren yang ada di masyarakat akhirnya mereka mengkonsumsi,” ujar Jordan.