JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi meminta Polri meningkatkan koordinasi khususnya dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam memberantas mafia tanah.
“Polri harus terus melakukan koordinasi dan komunikasi terhadap Kementerian ATR/BPN yang membidangi masalah tersebut. Hal itu guna mempermudah akses serta proses penyelidikan terhadap temuan kasus tanah di berbagai wilayah,” kata Andi Rio di Jakarta, Rabu 20 Juli.
Meski demikian, dia mengapresiasi Polda Metro Jaya yang telah berhasil mengungkap modus operandi mafia tanah yang diduga melibatkan oknum Kementerian ATR/BPN.
Menurut dia, Kementerian ATR/BPN menjadi penentu dalam kasus mafia tanah sehingga Polri harus menyelidiki secara mendalam keterlibatan oknum di ATR/BPN yang melakukan modus secara terstruktur.
“Semoga Polri dapat terus mengungkap kasus mafia tanah di seluruh Indonesia. Peristiwa ini harus dijadikan sebuah 'pintu masuk' awal Polri dalam memberantas mafia tanah di Indonesia, sesuai harapan dan arahan Presiden Jokowi," ujarnya.
Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR itu berharap agar masyarakat tidak mudah terbujuk rayu oknum atau pihak-pihak yang menawarkan jasa kepengurusan sertifikat tanah secara mudah dan cepat, agar tidak menjadi sebuah permasalahan di kemudian hari.
Andi mengatakan, pemerintah telah memudahkan kepengurusan sertifikat kepemilikan tanah dengan jalur digital.
“Masyarakat sebaiknya menggunakan jalur resmi agar tidak tertipu atau disalahgunakan data sertifikat kepemilikan tanah masyarakat,” tuturnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menangkap 30 tersangka kasus mafia tanah.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi mengatakan dari 30 tersangka tersebut 25 di antaranya telah ditahan.
"Ada 30 tersangka yang saat ini sudah kita tetapkan," kata Hengki Haryadi di Jakarta, Senin 18 Juli.
Hengki menjelaskan 30 tersangka itu terdiri dari 13 orang pegawai kantor Badan Pertanahan Nasional (Bapan) dan dua orang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Selanjutnya dua orang tersangka merupakan Kepala Desa, seorang tersangka jasa perbankan, dan 12 orang lainnya adalah warga sipil.