Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dan Pemprov DKI saling mengajukan kepemilikan sertifikasi lahan Monumen Nasional (Monas) kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sebab, saat ini, lahan Monas belum tersertifikasi.

Tarik-menarik ini terungkap dalam rapat koordinasi antara Kemensetneg dan Pemprov DKI secara daring pada Rabu, 4 November lalu. Bahkan, proses ini sampai mendapat pemantauan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kemensetneg ingin agar sertifikat Monas dimiliki pemerintah pusat dan DKI mendapat fasilitas pinjam pakai. Namun, Pemprov DKI menginginkan Kemensetneg menmiliki hak pengelolaan (HPL) dan DKI menguasai hak guna bangunan (HGB).

Lalu, siapa pihak yang berhak untuk menguasai lahan ikon nasional dengan luas 734.828 hektare tersebut?

 

Menurut pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, jalan tengah yang paling baik adalah pemegangan HPL oleh Kemensetneg dan HGB oleh Pemprov DKI.

"Kalau menurut saya, BPN boleh saja menentukan bahwa HPL dimiliki oleh Setneg, dan DKI pegang HGB. Serta, ada pengawasan oleh KPK agar tidak ada indikasi penyimpangan dan potensi komersialisasi," kata Yayat kepada VOI, Jumat, 6 November.

Meski begitu, ada catatan tambahan. Kata Yayat, keputusan kepemilikan lahan Monas harus didasarkan kesepakatan bersama dalam konteks pemanfaatan dan penggunaannya.

"Intinya, harus ada kesepakatan bersama berupa MoU tentang tata cara pengelolaan dan pemanfaatan Monas," ungkap Yayat.

Ada alasan mengapa Yayat merekomendasikan agar kesepakatan kepemilikan lahan sesuai dengan keinginan Pemprov DKI. Kata Yayat, jika DKI hanya mendapat pinjam pakai, maka akan merepotkan.

Sebab, lanjut dia, DKI harus memperpanjang hak pinjam pakai setiap lima tahun sekali. Sementara, jika DKI mendapat HGB, maka mereka bisa memperpanjang haknya selama 30 tahun sekali.

"Kalau sistem pinjam pakai, maka akan membuat DKI repot dan tidak nyaman. Kalau pinjam pakai, DKI apa-apa harus meminta izin kepada Setneg, seperti membuat plaza dalam revitalisasi Monas," ungkap Yayat.

Terlebih, selama ini DKI telah memiliki unit pengelolaan teknis (UPT) yang bertugas merawat dan memelihara kawasan Monas. Perawatan ini pun menggunakan APBD DKI.

"Kalau segi pengorganisasi, DKI lebih siap. Mereka punya anggaran, personel, dan tenaga. Kalau Kemensetneg kan terbatas personelnya dan harus membentuk badan untuk mengurusi pembiayaan pengelolaannya," tutup dia.