Tentara Asing Ungkap Kondisi di Ukraina: Artileri Kalah Jumlah Delapan Banding Satu dengan Rusia, Khawatirkan Nasib Tahanan di DPR
Howitzer M777 merupakan salah satu artileri berat yang dikirim Barat ke Ukraina. (Wikimedia Commons/DoD/U.S. Army/Sgt. Corey Idleburg)

Bagikan:

JAKARTA - Artileri berat Ukraina kalah jumlah kira-kira delapan banding satu dengan senjata Rusia, menempatkan Ukraina pada kerugian yang signifikan, juru bicara Legiun Internasional Ukraina mengatakan pada Hari Senin.

Damien Magrou, juru bicara unit yang terdiri dari warga negara asing, mengatakan pada sebuah pengarahan di Kyiv, lebih banyak senjata dari mitra Barat Ukraina diperlukan untuk menutup kesenjangan.

"Kami memasuki fase perang di mana kerugian kami terhadap pasukan Rusia dalam hal persenjataan berat dan artileri sangat terasa," ungkap Magrou, melansir TASS 12 Juli.

Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa sistem peluncuran roket ganda M142 HIMARS yang dipasok oleh Amerika Serikat berdampak di medan perang.

"Kita sudah bisa melihat hasilnya," katanya.

Diberitakan sebelumnya, sistem roket canggih HIMARS buatan AS yang digunakan pasukan Ukraina, sudah bikin waswas Rusia. Kecanggihan HIMARS mampu menghancurkan posisi militer Rusia.

Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi M142 (HIMARS), yang mulai dikirim Amerika Serikat ke Ukraina bulan lalu, tampaknya paling efektif dalam merusak posisi militer Rusia.

Rusia telah menderita “kerugian besar baik dari segi personel maupun peralatan” dalam waktu kurang dari seminggu, menurut Igor Girkin, mantan komandan pasukan separatis di Ukraina timur, seperti dikutip dari The Moscow Times.

"Sistem pertahanan udara Rusia… ternyata tidak efektif melawan serangan besar-besaran oleh rudal HIMARS," tulis Girkin, yang juga menggunakan alias Strelkov, di aplikasi perpesanan Telegram.

Meski demikian, Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov menyebut pengiriman senjata perlu dipercepat, dengan menyebut seratus tentara tewas setiap hari selama menunggu.

"Kami membutuhkan lebih banyak, dengan cepat, untuk menyelamatkan nyawa tentara kami. Setiap hari kami menunggu howitzer, kami bisa kehilangan seratus tentara," ujarnya melansir BBC.

Selain persenjataan, Magrou juga menyuarakan keprihatinan tentang nasib pejuang internasional yang ditawan di Republik Rakyat Donetsk (DPR) yang diproklamirkan sendiri yang didukung Rusia di Ukraina timur.

Entitas yang memproklamirkan diri itu sebelumnya menghukum mati tiga warga negara asing yang bertugas di unit lain Angkatan Bersenjata Ukraina.

"Kami sangat khawatir melihat instrumentalisasi tawanan," tukas Magrou.