Kembali Diperiksa 12 Jam di Bareskrim, Eks Presiden ACT Ahyudin Tegaskan Bantuan Boeing Bukan Berupa Uang
Eks Presiden yayasan amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin/FOTO: Rizky Adytia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Eks Presiden yayasan amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin rampung menjalani pemeriksaan. Polisi disebut mulai mendalami mengenai dana bantuan korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

"Garis besarnya adalah bentuk program yang diamanahkan oleh Boeing kepada ACT," ujar Ahyudin kepada wartawan, Senin, 11 Juli.

Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama 12 jam, Ahyudin pun menjelaskan bantuan dari perusahaan pesawat yang disalurkan melalui ACT bukan berupa uang tunai tetapi orientasi pembangunan fasilitas umum.

"(Bantuan, red) Itu dalam bentuk program fasum, pengadaan fasilitas umum. Jadi bukan uang yang diberikan kepada ahli waris itu," paparnya.

"Bukan dalam konteks seperti asuransi. Jangan dipahami seperti itu. Di sini adalah konteks kerja sama program yang kerja sama antara Boeing dengan ACT," sambung Ahyudin.

Bentuk fasilitas umum yang dimaksud yakni, pembangunan sarana pendidikan seperti madrasah. Kemudian, sarana beribadah yakni, masjid dan musala.

Bahkan, menurut Ahyudin, proses pembangunannya sudah mencapai 75 persen. Tetapi, secara fakta, dia tak bisa memastikannya dengan alasan sejak Januari 2022 sudah tak menjabat di yayasan amal tersebut.

"Tebakan saya sih di atas 75 persen lah. Saya yakin sampai Januari tanggal 11 saja kalau tidak salah sudah 70 persen," kata Ahyudin.

Pemeriksaan ini merupakan kali kedua. Sebab, polisi sebelumnya menganggap keterangan Ahyudin masih diperlukan untuk mengusut dugaan penyelewengan bantuan korban Lion Air JT-610.

Dalam pemeriksaan yang berlangsung pada Jumat, 8 Juli, Ahyudi juga dimintai keterangan selama 12 jam. Tetapi, masih seputar legalitas yayaran ACT.

Bareskrim Polri mengusut dugaan penyimpangan dana bantuan oleh pengurus Yayasan ACT. Penyelewengan ini terjadi saat penyaluran bantuan kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada 2018.

Dugaan penyimpangan ini disebut dilakukan mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar. Mereka diduga menggunakan dana bantuan untuk kepentingan pribadi.