Bagikan:

JAKARTA - Proses pemeriksaan terhadap mantan Presiden ACT Ahyudin sudah berlangsung kurang lebih 8 jam. Namun, sampai saat ini proses permintaan keterangan dari penyidik  belum rampung.

Ahyudin mulai diperiksa sekitar pukul 11.00 WIB. Tapi, proses pemeriksaan dihentikan sementara karena terbentur waktu ibadah salat Jumat. Dalam pemeriksaan awal itu, penyidik masih mendalami mengenai legalitas Yayasan ACT.

"Baru konfirmasi tentang legal yayasan. Jadi baru seputar legal yayasan, itu aja," ujar Ahyudin, siang tadi.

Kemudian, pemeriksaan eks Presiden ACT ini dilanjutkan sekitar pukul 13.00 WIB. Diduga kuat penyelidik menggali informasi soal keuangan yayasan itu.

Sebab, dalam kasus ini dasar penyelidikan mengenai dugaan penyelewengan dana atau donasi lembaga amal tersebut.

Hanya saja, hingga pukul 21.32 WIB, sosok Ahyudi tak kunjung terlihat keluar dari Gedung Bareskrim Polri. Artinya, proses pemeriksaan belum rampung.

Tak hanya Ahyudin, ternyata penyelidik juga meminta keterangan tiga orang lainnya.

Karo Penmas Divisi Humas Brigjen Ahmad Ramadhan menyebut tiga orang lainnya yakni, Ibnu Khajar selaku Presiden ACT saat ini dan bagaian keuangan serta manajer proyek.

"Saudara A (Ahyudin, red) sedangkan saudara IK (Ibnu Khajar), Ketua lama, bagian keuangan, dan manager proyek," kata Ramadhan.

ACT merupakan lembaga kemanusiaan yang mengumpulkan donasi untuk membantu sesama yang terkena bencana atau musibah.

Namun, belakangan muncul isu ACT menyalahgunakan donasi. Dilaporkan majalah Tempo, diduga ada donasi digunakan untuk kepentingan pribadi pimpinannya.

Selain itu, berdasarkan hasil Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), ditemukan aliran dana atau transaksi kepada seseorang yang terafiliasi dengan jaringan teroris Al-Qaeda.

"Berdasarkan hasil kajian dari data base yang PPTK miliki ada yang terkait dengan pihak yang, ini masih diduga yang bersangkutan (penerima, red) pernah ditangkap menjadi satu dari 19 orang yang ditangkap kepolisian Turki karena terkait dengan Al-Qaeda," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.