Bagikan:

SURABAYA - Pengurus Wilayah Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (PW RMI NU) Jawa Timur mendesak Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin Pondok Pesantren Siddiqiyyah, Ploso, Kabupaten Jombang. Desakan itu menyusul kasus dugaan pencabulan santriwati oleh Moch Subchi Azal Tsani (MSAT), putra pengasuh ponpes tersebut.

"Karena kalau sudah terbukti kasus seperti itu, sebaiknya Kemenag menutup saja (Ponpes Siddiqiyyah, red). Maka itu, kami (RMI Jatim) mendukung Kemenag untuk mencabut izin Ponpes Shiddiqiyyah Ploso itu," kata Ketua RMI NU Jatim, Iffatul Lato'if alias Gus Toif, di Surabaya, Kamis, 7 Juli.

Menurut Gus Toif, ponpes harus mendapat konsekuensi hukum, apabila terbukti adanya kasus pencabulan terhadap santriwati di ponpes itu.

"Kalau sudah terbukti secara hukum, dan memang jelas, ya tidak ada salahnya kalau harus dicabut, bahkan itu sebuah keharusan," katanya. 

Gus Toif khawatir adanya kasus pencabulan santriwati di Jombang berpotensi menimbulkan efek negatif dari masyarakat terhadap pondok pesantren lain. Hal ini bisa membuat masyarakat mengeneralisir bahwa semua pondok sama. 

"Kami betul-betul prihatin, ini sungguh memukul kami komunitas pesantren yang selama ini, bagaimana di lingkungan pesantren memiliki kewajiban ikut mencerdaskan bangsa," ujarnya. 

Sebelumnya, dukungan pencabutan izin datang dari Kabareskrim Komjen Agus Andrianto yang menyarankan kepada Kementerian Agama (Kemenag) untuk mencabut izin Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Ploso.

Agus awalnya mengakui pihaknya perlu dukungan masyarakat dalam menuntaskan masalah. Dukungan yang diharapkan, semisal, menarik putra-putrinya dari ponpes tersebut.

"Dukungan masyarakat sangat diharapkan untuk menuntaskan masalah tersebut, misal semua orang tua murid yang ada di ponpes tersebut menarik semua putra-putrinya untuk pindah ke Ponpes yang lebih aman dari kemungkinan menjadi korban kekerasan seksual," kata Agus.