JAKARTA - Lembaga survei nasional LSI Denny JA menyoroti terbentuknya poros koalisi untuk Pilpres 2024.
Diketahui, koalisi yang benar-benar sudah dideklarasikan hanya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Sedangkan PDIP, meski belum mengumumkan koalisi namun partai yang diketuai Megawati Soekarnoputri itu sudah otomatis membangun poros baru lantaran bisa mengusung capresnya sendiri.
Sementara koalisi PKB dan Gerindra baru diklaim melalui para pengurusnya belum dilevel ketua umum. Kemudian, NasDem, PKS dan Demokrat hingga saat ini baru sekedar menggelar pertemuan.
Direktur CPA-LSI Denny JA Ade Mulyana mengungkapkan empat alasan poros ketiga tak kunjung terbentuk. Menurutnya, lima partai yakni Gerindra, PKB, NasDem, PKS dan Demokrat memang masih terlihat rumit.
"Memang ini untuk menjadi poros ketiga masih terlihat rumit, karena memang ada beberapa hal yang kira-kira bisa mengganjal untuk partai-partai ini membentuk koalisi di luar dua koalisi tadi," ujar Ade di Kantor LSI Denny JA, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu, 6 Juli.
Empat alasan poros ketiga tak kunjung terkonsolidasi menurut LSI Denny JA, yakni pertama, sulitnya menentukan siapa leader antara Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum NasDem Surya Paloh, dan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang di belakangnya ada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Ini tanpa mengecilkan peran tokoh dari PKB dan PKS. Tapi kira-kira dari tiga tokoh ini kita sulit juga nih menentukan siapa yang mau mengalah dipimpin salah satu dari tokoh ini," jelas Ade.
"Prabowo kan sudah sering jadi capres, SP juga kita lihat punya NasDem dan tokoh nasional, dan Pak SBY yang jadi presiden Indonesia dua periode. Jadi agak sulit di antara 3 tokoh ini yang mau dipimpin oleh salah satunya. Kemungkinan sulit bentuk koalisi di antara tiga tokoh ini," sambungnya.
Kedua, belum tuntas siapa yang akan menjadi capres, dan siapa yang menjadi cawapres di partai sisa dunia tersebut. Ade mengatakan, Gerindra sudah pasti harga mati capresnya adalah Prabowo. Kemudian untuk NasDem, dari hasil Rakernas ada 3 capres yang kemungkinan diusulkan, yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Andika Perkasa.
"Jadi masing-masing punya capres sendiri. Kemudian Demokrat pasti harga mati akan mengusung Mas AHY, minimal cawapres. PKB juga pasti akan mengusung Cak Imin minimal cawapres. Ini salah satu alasan partai sisa di luar poros PDIP dan KIB sulit membentuk satu poros baru untuk usung capres-cawapres," beber Ade.
Ketiga, berdasarkan historis dan faktor lain. Ade menilai, Gerindra dan PKB masih kemungkinan bergabung dengan PDIP. Sedangkan Demokrat dan PKS juga masih ada kemungkinan bergabung ke KIB.
"Kalau Demokrat gabung PDIP sepertinya agak sulit, karena kita lihat historisnya bu Mega dan pak SBY, begitu juga dengan PKS yang mungkin secara ideologi masih bertentangan jauh. Alasan ketiga ini kemungkinan partai-partai luar poros PDIP dan KIB ini bisa bergabung ke antara poros 1 dan 2," tuturnya.
BACA JUGA:
Keempat, hanya Gerindra yang ada di atas angin. Jika dilihat persentase partai sisa ini, kata Ade, Gerindra memang paling tinggi. Dengan hasil ini Gerindra hanya butuh satu partai saja untuk dapat satu tiket pertarungan capres-cawapres. Kecuali NasDem dan PKB bersatu, menurut Ade, butuh 2-3 partai lain untuk koalisi.
"Kemudian kemarin kita tahu Gerindra-PKB sudah mulai banyak bertemu, kita tidak tahu apakah nanti jadi poros ketiga atau seperti apa. Kita lihat, kalau mereka bersatu, suara mereka 23,66 persen, cukup untuk usung pasangan capres-cawapres. Tapi kami menilai koalisi ini masih goyah, karena Gerindra juga mungkin masih bisa masuk ke Demokrat atau justru gabung koalisi PDIP," kata Ade.
"Kemudian, tidak menutup kemungkinan PKB masuk koalisi PDIP. Jadi kita lihat memang bahwa koalisi Gerindra-PKB ini baru hangat-hangat di awal, belum tau kepastian selanjutnya seperti apa, kemungkinan pecah koalisi ini sangat besar," pungkas Ade Mulyana.