Bagikan:

JAKARTA - Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan partai politik di Indonesia harus menjalankan fungsi pendidikan dan kaderisasi. Jangan sampai parpol hanya mengandalkan urusan elektoral untuk memenangkan pemilihan umum (pemilu).

Hal itu disampaikan Hasto Kristiyanto dalam Seminar Internasional bertema Partai Politik dan Demokrasi: Peran Partai Politik Dalam Mempromosikan Keadilan dan Perdamaian Dunia. Kegiatan ini dilaksanakan di Yogyakarta secara daring maupun luring, Senin, 4 Juli.

Awalnya, Hasto mengatakan pendidikan dan kaderisasi di partai kerap terhambat karena sistem politik elektoral. Adapun sistem tersebut muncul karena ada pergeseran sistem demokrasi di Indonesia sejak 1998.

Pada tahun tersebut, Indonesia mengikuti gaya politik di Amerika Serikat yang menjadikan partai untuk memenangkan pemilu. Padahal, tiap parpol harusnya mengedepankan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset dan inovasi guna berperan bagi semua pihak.

"Kecenderungan yang terjadi, demokrasi liberal dan demokrasi elektoral ini, kemudian membuat kaderisasi parpol tidak dilakukan dengan baik, sehingga parpol tidak mampu memberikan insentif bagi pendidikan politik dan kaderisasi kepemimpinan," kata Hasto seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin, 4 Juli.

Kondisi inilah yang kemudian membuat PDIP menjadi gelisah. Sehingga, harusnya perubahan sistem dan paradigma politik harus dilakukan.

Tradisi intelektual, sambung Hasto, termasuk mendidik para kader harus dilakukan. Apalagi, para pendiri bangsa dulunya masuk ke dalam partai politik dengan kemampuan intelektual yang tinggi bukan sekadar hanya ingin berpolitik.

"Dengan tradisi ini, kepemimpinan intelektual memahami arah masa depan, namun membumi pada persoalan pokok bangsa," tegasnya.

Hasto mengingatkan, berpolitik bukan hanya sekadar mencoba dan beretorika saja. Ada berbagai hal yang harus dilakukan termasuk meningkatkan tradisi intelektual.

"Karena itulah masuk parpol bukan dengan mencoba-coba kemudian dengan berdasarkan retorika," ungkap Hasto.

"Berpartisipasi ke depan harus dimulai dengan tradisi intelektual. Sebab dengan begitu akan dibangun kepemimpinan dengan daya juang untuk mengetahui arah masa depan," pungkasnya.