Bagikan:

JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani meminta Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bermain-main dengan gugatan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja yang segera diberikan nomor oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Hal ini dia sampaikan setelah melakukan pertemuan dengan pihak MK yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal MK Janedri M. Gaffar.

"Kami bertemu Sekjen Mahkamah Konstitusi, kita mendesak MK jangan main-main dengan gugatan buruh," kata Gani dari atas mobil komando aksi demonstrasi yang digelar di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 2 November.

"Kita memberi pesan kuat ke Mahkamah Konstitusi dan kepada majelis hakim yang mulia, kepada seluruh jajaran MK jangan pernah menistakan perjuangan murni kaum buruh. Jangan pernah menganggap main-main," imbuhnya.

Lebih lanjut, dia meminta agar para buruh yang turun dalam aksi demonstrasi ini turut mengawal sidang gugatan terhadap UU Cipta Kerja yang mereka sebut dibuat secara tertutup, sembunyi-sembunyi, dan terburu-buru.

Dia menegaskan, jika sidang digelar, nantinya buruh siap memenuhi ruang persidangan. "Kita akan penuhi setiap sudut Mahkamah Konstitusi di setiap sidang. Hidup buruh!" tegasnya.

"Kita ingatkan pemerintah, DPR, seluruh rakyat Indonesia, ketika buruh bergerak, kita bergerak dengan sangat luar biasa dan damai. Jangan main-main dengan buruh Indonesia," imbuh dia.

Sebelumnya, perwakilan serikat buruh mendatangi gedung Mahkamah Konstitusi untuk menyerahkan pernyataan sikap secara tertulis terkait rencana gugatan uji materiel dan uji formil Undang-Undang Cipta Kerja.

Pernyataan sikap ini dibawa langsung oleh Presiden KSPI Said Iqbal dan Presiden KSPSI Andi Gani. Iqbal menyebut, pernyataan sikap ini dibuat untuk mewanti-wanti Hakim MK untuk berlaku adil saat serikat buruh mengajukan uji materi.

"Pernyataan sikap ini, intinya memuat bahwa kelompok buruh meminta dengan sungguh-sungguh kepada Hakim Konstitusi untuk mengambil keputusan yang seadil-adilnya, tanpa memandang kepentingan apa pun kecuali kepentingan negara," kata Iqbal di depan gedung MK.

Jika uji materi dilayangkan, Iqbal meminta Hakim MK untuk tak cuma mempertimbangkan bukti materiil atau kata-kata yang tertuang dalam butir pasal Undang-Undang Cipta Kerja.

Namun, Hakim MK juga diminta untuk mempertimbangkan efek dalam pasal-pasal UU Cipta Kerja yang mengakibatkan kerugikan hak konstitusional kaum buruh. 

"Kerugian tersebut, misalnya soal pengaturan kontrak atau PKWT dan PKWTT. Dengan memandang pasal itu, memang terkesan tidak ada masalah yang ditangkap publik," ungkap Iqbal.

"Tapi, kami minta pada hakim MK batasan waktu kontrak dan periode kontrak dihapuskan dalam UU Ciptaker. Sebab, implikasi kontitusional warga negara menjadi rugi karena dia tidak punya kesempatan untuk diangkat sebagai karyawan tetap akibat tidak ada batasan waktu kontrak," lanjut dia.

Selain itu, buruh juga menuntut agar UMSK yang dihilangkan. Undang-Undang Cipta Kerja mengamanatkan seolah-olah tetap ada upah minimum, yaitu UMP atau ada UMK bersyarat. Namun, Iqbal menyebut buruh tetap tidak menerima besaran upah disamaratakan satu provinsi.

Pasal bermasalah lain yang disinggung dalam pernyataan sikap untuk MK adalah masalah outsourcing, pengurangan pesangon, upah jam kerja, dan mengenai tenaga kerja asing. 

Iqbal menyebut sebenarnya pihaknya telah siap membawa berkas uji materi yang akan diserahkan ke MK. Namun, sayangnya sampai saat ini Kementerian Hukum dan HAM belum memberikan penomoran pada UU Cipta Kerja. Sehingga, hanya pernyataan sikap yang baru diserahkan.