Serikat Buruh: Putusan MK Berisiko Besar jika Tolak Tuntutan Buruh
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea dan Presiden KSPI Said Iqbal saat menghadiri perayaan Hari Buruh Internasional 2021 (Nailin In Saroh/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Massa aksi buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Pihaknya juga mengajukan petisi buruh.

 

"Konfederasi serikat buruh terbesar di Indonesia saat ini sudah mengajukan gugatan di MK dan segera memasuki sidang pleno," ujar Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea di Gedung MK, Jakarta Pusat, Sabtu, 1 Mei.
 

Andi Gani meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar membuat putusan yang adil. KSPI dan KSPSI berharap MK dapat menjadi benteng pengadilan akhir di konstitusi tanah air. 

 

"Putusan Mahkamah Konstitusi akan berisiko besar kalau tidak berimbang dan tidak seadilnya atau mendapat penolakan besar dari buruh. Kami ingatkan MK melakukan sidang dengan baik dari kajian yang sudah kami lakukan. Kami sangat yakin MK akan berpihak kepada kebenaran," tegas Andi Gani.

 

Sementara, Presiden KSPI Said Iqbal pengajuan gugatan terhadap UU 11 tahun 2020 lantaran tidak berpihak dan merugikan pekerja Indonesia.

 

"Karena itu kita ingin memastikan kepada hakim MK putuskan secara formil bahwa proses pembuatan UU ini melanggar,  menurut catatan kami," kata Said di lokasi yang sama.

Pertama, sambungnya, tidak melibatkan partisipasi publik. Kedua, tidak ada perintah UUD 1945 atau perintah UU lain untuk melakukan omnibus law khususnya klaster ketenagakerjaan.

"Dan secara materil merugikan kita semua termasuk anda para jurnalis. Satu, nanti boleh menggunakan outsourcing 100 persen. Kita bekerja di perusahaan A tapi kita mendaftar di agen outsourcing. Kita dipecat oleh perusahaan A tapi kita tidak diberikan pesangon oleh perusahaan outsourcing " jelasnya.

Menurut Said, Negara telah melalaikan tanggungjawabnya dengan memberlakukan karyawan kontrak atau dikenal PKWT. "Secara materil berulang ulang dikontrak karena tidak ada periode, betul di PP batas 5 tahun kontrak. Tapi kita akan dikontrak satu tahun, pecat, kontrak lagi 6 bulan pecat. empat Minggu Pecat, bisa ratusan kali kita dikontrak, tidak ada Harapan untuk menjadi karyawan tetap," katanya.

Karena itu KSPI berharap Mahkamah Konstitusi dengan seadil-adilnya memutuskan uji materil yang diajukan KSPSI dan KSPI seluruhnya. 

 

"Men-drop UU Cipta Kerja di klaster tenaga kerja, dan ada perwakilan buruh meminta MK. Ini cacat prosedur, dengan demikian uji formil bisa dikabulkan oleh MK," tandas Said Iqbal.