Dampak Perubahan Nama Jalan di DKI Jakarta: Warga Mengurus Perubahan Data dan Potensi Praktik Pungli
Salah satu jalan yang mengalami perubahan nama di DKI Jakarta/ Foto: IST

Bagikan:

JAKARTA – Perubahan 22 nama jalan di DKI Jakarta menimbulkan penolakan dari sejumlah warga. Salah satunya warga Jalan A Hamid Arief yang sebelumnya bernama Jalan Tanah Tinggi V, di Jakarta Pusat. Protes warga mendapat perhatian dari pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah. Dia menilai perubahan 22 nama jalan di DKI Jakarta rawan adanya pungutan liar (pungli), bahkan katanya berpotensi korupsi.

Kendati demikian, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta memastikan proses perubahan alamat rumah atau data dokumen kependudukan akibat pergantian nama jalan, tidak dipungut biaya.

Meski Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjanjikan kemudahan pengurusan administrasi kependudukan bagi warga di 22 nama jalan yang baru diganti, namun warga khawatir kepengurusan surat lainnya selain KTP dan KK akan menimbulkan biaya lainnya.

"Enggak mungkin, ditingkat bawah tidak akan patuh. Malah justru terjadi potensi korupsi, potensi pungli," kata Trubus Rahadiansyah kepada VOI, Jumat, 1 Juli.

Jalan A Hamid Arief, nama jalan baru di Johar Baru Jakarta Pusat/ Foto: IST

Trubus meminta Pemprov DKI Jakarta bertanggungjawab terhadap semua kebijakan itu.

"Saya yakin ada, malah justru potensi muncul pungli, korupsi dan sebagainya. Pada akhirnya memanfaatkan keresahan di masyarakat. Ada upaya yang lain, ada oknum bebas yang mencari keuntungan disitu, karena itu nama 22 jalan yang diubah," katanya.

Trubus menilai, pergantian 22 nama jalan di Jakarta akan berdampak luas. Menurut Trubus, politik identitas dengan digantinya nama jalan sangat tidak perlu.

"Kebijakan salah kaprah, tidak ada urgensinya, untuk apa?. Harusnya penataan perubahan kawasan permukiman, harusnya kesana Pemprov DKI," tegasnya.

Penolakan Warga

Sebelumnya, sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 565 tahun 2022 tentang Penetapan Nama Jalan, Gedung dan Zona Dengan Nama Tokoh Betawi dan Jakarta terdapat 22 nama jalan baru dengan nama yang berasal dari tokoh Betawi.

Namun, kebijakan pergantian 22 nama Jalan di DKI Jakarta yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ternyata tak berjalan mulus. Misalnya, dari pergantian sebanyak lima nama jalan di wilayah Jakarta Timur dengan nama tokoh Betawi dan pejuang kemerdekaan, rupanya masih ada penolakan dari warga.

Selain nama Jalan Mpok Nori dan Jalan Haji Bokir, ada pula Jalan Haji Darip, Jalan Entong Gendut, dan Jalan Rama Ratu Jaya yang juga dijadikan nama jalan di Jakarta Timur.

Dari lima nama Jalan itu, penolakan muncul dari warga di Jalan Entong Gendut. Jalan ini semula bernama Jalan Budaya. Namun karena adanya kebijakan Gubernur Anies, nama Jalan Budaya berubah jadi Jalan Entong Gendut.

Jalan Entong Gendut ditetapkan dari titik awal persimpangan Jalan Batu Ampar hingga titik akhir persimpangan Jalan Raya Condet.

Namun bergantinya nama Jalan Budaya menjadi Jalan Entong Gendut justru diprotes warga. Warga menolak dan memasang spanduk penolakan pergantian nama jalan.

Sementara di wilayah Jakarta Pusat, tercatat ada 8 nama jalan yang berganti nama. Yakni, Jalan Raden Ismail menggantikan Jalan Buntu, Jalan Mahbub Djunaidi menggantikan Jalan Srikaya, Jalan M. Mashabi menggantikan Jalan Kebon Kacang Raya Sisi Utara, Jalan H.M Saleh Ishak menggantikan Jalan Kebon Kacang Raya Sisi Selatan, Jalan Abdullah Ali menggantikan Jalan SMP 76 dan Jalan H. Imam Sapi'ie menggantikan Jalan Senen Raya.

Dua pergantian nama jalan di wilayah Jakarta Pusat juga mendapat penolakan dari warga setempat.

Seperti yang terjadi di Jalan A. Hamid Arief yang menggantikan nama Jalan Tanah Tinggi 1 gang 5, Kecamatan Johar Baru. Warga di Jalan Tanah Tinggi RW 06 menolak dengan pergantian nama tersebut karena dinilai tanpa sosialisasi yang jelas.

Warga mengaku tidak pernah dilibatkan dalam bermusyawarah atau pemberitahuan pergantian nama jalan dari pihak kelurahan setempat.

Spanduk penolakan warga terhadap keputusan Anies Baswedan merubah nama jalan di sejumlah titik di DKI Jakarta/ Foto: IST

Fajri selaku Ketua RT 10/06 membenarkan bahwa dirinya tidak pernah mendapat undangan musyawarah perihal perubahan nama jalan. Dia justru mengetahui nama jalan sudah berubah yang dipasang tanpa sepengetahuan warga.

"Kami tetap menolak perubahan nama jalan di wilayah kami," katanya.

Selanjutnya penolakan juga terjadi di Jalan Tino Sidin yang menggantikan nama Jalan Cikini VII. Menurut warga setempat, penggantian nama jalan itu akan menyulitkan mereka. Perubahan nama jalan ini berimbas pada warga harus mengurus kembali dokumen kependudukan, kendaraan, perbankan, asuransi, dan dokumen lainnya.

Ketua RT 001/001, Nur Jaman. Ia mewakili suara masyarakat yang berada di lingkungannya menolak adanya penggantian nama jalan tersebut.

"Saya tanya warga, banyak yang tidak setuju. Alasannya, ada yang bilang urus-urus dokumen ribet (rumit), seperti KTP, STNK dan lain-lain," katanya.

Setidaknya, Nur Jaman menaungi 36 kartu keluarga (KK) di wilayahnya. Menurut dia, seluruh kepala keluarga tersebut tidak setuju.

Di wilayah Jakarta Barat, terdapat hanya dua nama jalan yang diganti. Jalan Guru Ma'mun menggantikan nama Jalan Rawa Buaya dan Jalan Syekh Junaid Al Batawi menggantikan nama Jalan Lingkar Luar Barat.

Bahkan, warga di Jakarta Barat juga sempat menolak adanya pergantian nama Jalan Madrasah menjadi Jalan Syech Abdul Karim Bin Asfan di Kelurahan Sukabumi Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Ketua RW 02 Iis Subradi mengatakan, warganya menolak lantaran menganggap nama Madrasah sendiri memiliki sejarah.

"Karena ini kan sudah melekat di hati masyarakat ya karena sudah ada historinya. Artinya itu gang ini dari lama memang sudah ada gitu loh," ucapnya.

Dia menjelaskan, pada Jumat, 24 Juni lalu dirinya bersama warga telah melakukan pertemuan dengan Camat, Lurah, dan Kepala Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di Kelurahan Sukabumi Utara untuk membahas terkait penolakan warga terhadap pergantian nama jalan.

Salah satu nama jalan di Jakarta yang sudah mengalami pergantian. ( Antara)

Hasil dari pertemuan tersebut nama Syech Abdul Karim Bin Asfan tidak jadi digunakan dan kembali menggunakan Jalan Madrasah II. Adanya keputusan tersebut Ketua RW 02 Iis Subradi merasa bersyukur.

Adapun nama jalan di Jakarta Selatan, yang ikut berganti nama adalah Jalan H Rohim Sa'ih menggantikan Jalan Bantaran Setu Barat, Jalan KH. Ahmad Suhaimi menggantikan Jalan Bantaran Setu Babakan Timur, Jalan Hj. Tutty Alawiyah menggantikan Jalan Warung Buncit Raya, Jalan KH. Guru Amin menggantikan Jalan Raya Pasar Minggu Sisi Utara.

Di wilayah Jakarta Utara hanya satu nama jalan yang diganti, yakni Jalan Mualim Teko menggantikan Jalan depan Taman Wisata Alam Muara Angke.

Kemudian wilayah Kepulauan Seribu ada dua nama jalan turut diganti, yakni Jalan Habib Ali Bin Ahmad menggantikan nama Jalan di Pulau Panggang, Jalan Kyai Mursalin menggantikan nama Jalan di Pulau Panggang.