Bagikan:

JAKARTA - Akademisi dari Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan, perlu pengawasan berlapis ketika berinvestasi atau menjalankan usaha pada perusahaan BUMN guna mencegah terjadinya praktik korupsi.

"Perlu pengawasan dari dewan komisaris yang melihat proposal pengembangan usaha yang diajukan suatu manajemen bisa dilakukan atau tidak," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Antara, Rabu, 29 Juni. 

Hal tersebut disampaikan menanggapi langkah hukum Menteri BUMN Erick Thohir bersama Kejaksaan Agung dalam mengusut dan memberantas praktik korupsi di salah satu perusahaan milik negara tersebut.

Menurut Toto, seharusnya pengawasan di BUMN berjenjang yakni mulai dari tingkat komisaris, Kementerian BUMN dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika hal itu sudah diterapkan namun masih ada yang lolos, kemungkinan ada sistem pengawasan yang perlu diperbaiki.

"Oleh sebab itu, adanya penuntutan di kasus korupsi Garuda ini menurut saya langkah positif memastikan sistem pengawasan yang ada perlu diperbaiki atau tidak," ucap Toto.

Di satu sisi, ia menilai sistem pengawasan di perusahaan BUMN sudah memadahi. Hanya saja saat ini masalahnya ialah kompetensi dari personel pengawas BUMN. Termasuk kewenangan-nya sudah cukup atau tidak.

Ia berpandangan apabila dewan komisaris yang diberikan mandat untuk mengawasi memiliki kompetensi dan kewenangan yang cukup, maka pengawasan di perusahaan BUMN selayaknya juga sudah baik.

"Mungkin saat ini yang dibutuhkan adalah penguatan di dewan komisaris," kata dia.

Sehingga, ketika menemukan kasus yang merugikan BUMN, komisaris dapat langsung bertindak atau melaporkannya langsung kepada Kementerian BUMN. Bahkan, jika perlu komisaris dapat melakukan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPS LB) untuk menilai kinerja manajemen.

Sebagai akademisi yang memperhatikan kinerja BUMN, ia menilai pengawasan dan transformasi yang terjadi di perusahaan milik negara tersebut sudah mengalami kemajuan yang pesat. Di masa Menteri BUMN Tanri Abeng, ia membangun pondasi agar perusahaan BUMN dikelola dengan baik dan lebih moderen.

Kemudian, di era Rini Soemarno, sudah mengarah agar perusahaan milik negara tersebut dapat memiliki nilai tambah yang lebih besar lagi. Termasuk mewujudkan hilirisasi di berbagai macam industri.

Sementara, pada masa Menteri Erick Thohir, selain melanjutkan program yang sudah ada dan memperkuat rencana besar sebelumnya, Erick saat ini juga membuat sentuhan lain agar perusahaan milik negara dapat dikelola dengan baik, dan menghasilkan profit yang optimal.

"Sentuhan tersebut di antaranya memasukkan banyak profesional muda dan ahli di bidangnya untuk mengelola perusahaan BUMN," ujarnya.