Praktik Stem Cell Ilegal, Serum Berasal dari Jepang
Terbongkarnya praktik ilegal Stem Cell (Rizky Adytia Pramana/VOI)

Bagikan:

JAKARTA -  Berbagai metode penyembuhan atau sekadar menjaga kesehatan hadir di tengah masyarakat. Cara tradisional yang terbilang murah hingga menggunakan teknologi mutakhir dengan harga selangit seolah menjamur tak terkontrol.

Buktinya, Sabtu, 11 Januari, lalu, praktik klinik suntik Stem Cell ilegal terungkap. Tiga orang pun ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah YW (46) selaku Country Manager, LJ (47) selaku Marketing Manager, dan OH yang merupakan pemilik klinik sekaligus dokter.

Stem Cell merupakan metode untuk menciptakan sel-sel baru untuk kesehatan. Sementara, sel yang dimaksud merupakan sel mata, sel kulit, sel rambut, sel ginjal, dan lain sebagainya.

Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana mengatakan, pada praktik ilegal itu, para tersangka membuka klinik bernama Hubs Cilinic di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Konteks ilegal yang dimaksud mereka tak mengantongi izin praktik atau pun usaha.

Selain itu, sosok OH yang merupakan dokter itu pun tak memiliki kompetensi untuk membuka praktik. Bahkan, mereka tidak memiliki izin edar serum Stem Cell.

"Mereka tidak ada izin edar, izin praktik dan izin usaha juga tidak ada," ucap Nana di Jakarta, Kamis, 16 Januari.

Sebelum terbongkar, kegiatan para tersangka telah berjalan kurang lebih sekitar satu tahun. Menurut pengakuan pelaku kejahatan itu, praktik ilegal itu dimulai sejak Januari 2019 hingga 2020.

Selama satu tahun itu, para tersangka berhasil meraup keuntungan mencapai Rp10 miliar. Sebab, korban atau pasien di klinik itu mencapai 56 orang. Selain itu, keuntungan itu pun lantaran mereka mematok harga untuk satu kali penyuntikan Stem Cell dengan cukup tinggi.

Dari puluhan hingga ratusan juta dipatok para tersangka untuk sekali penyuntikan. Itu pun tergantung dari berapa banyak serum yang disuntikkan kepada pasien.

"Itu ada harga per ampul itu tergantung dari jumlah cell di ampul itu. Kalau cell-nya 100 itu harganya Rp100 juta, kalau 150 cell itu Rp150 juta, kalau 200 cell itu Rp200 juta," kata Nana.

Terkait dengan Stem Cell, dikatakan jika produk itu didatangkan dari Negeri Sakura. Pengiriman produk itu pun telah melanggar aturan yang ada. Sebab di Indonesia, peredarannya sangat diatur dalam undang-undang.

Bahkan, saat ini produk Stem Cell itu sedang diuji di labrotorim. Ada dugaan, jika barang yang dijual oleh tersangka merupakam barang palsu.

"Sejauh ini produk itu sedang di uji lab, karena untuk memastikan apakah Stem Cell ini asli atau palsu," ungkap Nana.

Di kesempatan yang sama, Kasubdit Keamanan Negara (Kamneg) AKBP Dwiasih menambahkan, para tersangka ini menggunakan via udara untuk pengiriman. Selain itu, modus yang digunakan pun dilakukan dengan cara memasukan Stem Cell itu ke dalam kotak pendingin.

"Dibawa menggunakan pesawat. tapi kalau faktanya kita masih pendalaman. dibawa pakai cool box," kata Dwiasih.

Namun, yang mengejutkan, ada dugaan keterlibatan jaringan internasional di balik praktik ilegal itu. Kelompok itu sengaja memanfaatkan orang-orang Indonesia untuk memasarkan produk mereka.

Bahkan, kelompok itu pun menggunakan media sosial untuk mencari orang-orang yang bisa dijadikan kaki tangan mereka. Hanya saja, hal itu musti dibuktikan dengan penyelidikan lebih dalam.

"(Jaringan internasional) mereka menggunakan media sosial, media, mengunakan website, untuk merekrut orang-orang Indonesia. Yang sasarannya adalah orang-orang kaya," tegas Dwiasih.

Terkait peredaran Stem Cell, Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Dokter Tri Hesti Widyastoeti ikut angkat bicara. Menurutnya, Stem Cell sama sekali tak bisa diedarkan. Sebab di Indonesia, yang boleh diperjualbelikan hanyalah hasil pengolahannya.

"Secara resminya belum diperjualbelikan. Yang boleh itu hasil pengolahannya. Stem cell tidak bisa diperjualbelikan," singkat Hesti.