Demo Damai Bukan Berarti Tanpa Risiko, Itulah Mengapa Kehadiran Tim Medis Begitu Penting
Tim Medis di tengah aksi unjuk rasa mahasiswa di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat (Ramdan Febrian/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Siraman panas matahari pada Rabu, 28 Oktober menyirami persilangan Jalan Medan Merdeka Barat dan Jalan Medan Merdeka Selatan. Kami berada di sana, memantau demonstrasi tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Hari itu kami memahami bagaimana dukungan medis tak hanya penting ketika kericuhan pecah, tapi juga dapat begitu membantu ketika aksi berjalan damai.

Hari menjelang sore sekitar pukul 15.00 WIB, ketika warna-warni almamater dari berbagai kampus berpadu di tengah satu aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di sekitar Patung Kuda Arjuna Wiwaha. Menurut data kasar lapangan, ada sekitar seribu mahasiswa yang bersama kami di jalanan saat itu. 

Orasi BEM SI di sekitar Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat (Ramdan Febrian/VOI)

Sekitar satu jam memantau aksi, rasa haus menggantung di tenggorokan. Kerongkongan kami sudah minta dibasuh air. Tubuh kami butuh zat cair.

Kehadiran pedagang asongan, seperti biasa jadi penolong. Aktivitas niaga mereka dijalani di tengah pekikan orasi yang tetap berapi.

Mobil komando belum kehabisan tenaga. Selain itu, kelompok-kelompok kecil mahasiswa juga menyuarakan pendapat mereka lewat berbagai aksi, termasuk beberapa aksi teatrikal.

Meski berlangsung damai dan kondusif, bukan berarti demonstrasi hari itu bebas risiko. Kami merasakan betul. Di tengah terik matahari yang begitu menyengat, siapapun bisa terserang dehidrasi.

Peran tim medis

Kami menemui seorang tim medis di lapangan. Dokter Sulung Mulia Putra, namanya. Ia adalah Kepala Seksi Fasilitas Kesehatan Rujukan dan Krisis Kesehatan Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Hari itu Sulung terjun ke lapangan bersama sejumlah tenaga medis lain. Setidaknya ada 12 ambulans yang diterjunkan Dinas Kesehatan. Tim ambulans itu dibagi dua. Lima ambulans beroperasi di pagi hari. Tujuh ambulans lain disiagakan mengawal demonstrasi sejak siang hingga sore.

Satu ambulans diisi oleh satu dokter, dua perawat, dan seorang supir. Perangkat kesehatan yang wajib ada dalam mengawal aksi adalah obat-obatan untuk penyakit umum, oksigen, perban, hingga infus. Menurut Sulung, peran mereka di sana adalah pemberi penolongan pertama.

"Kadang bisa lebih kalau membutuhkan lebih. Tapi standarnya begitu ... Terus ada alat-alat kesehatan, obat-obatan. Alat kesehatan, mulai dari oksigen, infus," kata Sulung. 

Peralatan kesehatan tim medis lapangan Dinkes Pemprov DKI Jakarta (Ramdan/VOI)

Gejala dehidrasi, sebagaimana kami duga adalah salah satu yang paling diantisipasi para petugas medis di lapangan. Dalam aksi unjuk rasa yang berjalan di tengah cuaca terik, kemungkinan dehidrasi sangat besar dialami para peserta, kata Sulung.

"Kalau pasien kelelahan, itu biasanya dehidrasi. Nah itu bisa kita kasih minum atau kita infus rehidrasi biar cairannya kembali normal."

Dalam situasi yang lebih genting, kericuhan atau bentrokan, peran medis akan lebih vital. Sulung dan kawan-kawan bisa lebih sibuk dengan korban luka --baik ringan maupun berat, sebagaimana terjadi pada demonstrasi 8 Oktober lalu.

Di situasi bentrok atau ricuh, seorang petugas medis yang turun ke lapangan bisa menangani belasan bahkan puluhan pasien. Kata Sulung, penanganan paling banyak adalah korban-korban gas air mata. "Kalau ada bentrokan biasanya lebih banyak ya. Ada yang kena air mata," kata Sulung.

Penanganan pasien dengan gas air mata pun berbeda-beda, tergantung pada kondisinya. Untuk gejala yang tak parah, pasien bisa disembuhkan hanya dengan dibasuh air. Namun, untuk gejala lebih berat, seperti sesak napas, penanganannya lebih khusus.

"Kalau panik itu biasanya kita tenangkan dulu. Kita pastikan organ pernapasannya baik. Baru kita tangani, sebisa mungkin kita tangani di tempat," kata Sulung.

"Kalau yang matanya perih, itu tidak terlalu sulit, kita cuci saja dengan air. Itu biasanya sudah ada perbaikan, lalu kita tenangkan. Baru setelah itu kita kasih oksigen. Paling lima sampai sepuluh menit dia bisa kembali normal," tambahnya.

Seperti Sulung katakan, ia dan tim adalah garda depan pertolongan pertama. Artinya, penanganan sebisa mungkin di lakukan di lokasi. Namun, dalam kondisi yang lebih gawat, peran sopir ambulans yang diandalkan untuk membawa pasien ke rumah sakit rujukan.

"Misalnya ada luka kecil itu kita bisa tangani. Jahit-jahit kecil bisa kita tangani. Kelelahan, pingsan, bisa kita tangani. Tapi kalau yang membutuhkan rujukan kita bawa ke rumah sakit."

"Kadang beberapa ada yang trauma, ada luka2 yang jatoh, keinjek. Namanya crowded gini kan suka ada yang kepeleset, keseleo, ketabrak temannya."