JAKARTA - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim memutuskan tidak menahan 7 tersangka perkara kebakaran gedung Kejaksaan Agung (Kejagung). Keputusan itu diambil setelah ketujuh menjalani pemeriksaan.
"Keseluruhan tersangka 7 orang semua kooperatif dan atas jaminan pengacara sehingga penyidik tidak melakukan penahanan,” kataKaro Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan, Rabu, 28 Oktober.
Para tersangka diperiksa selama kurang lebih sembilan jam, pada Selasa, 27 Oktober. Pemeriksaan itu merupakan kali pertama usai mereka ditetapkan tersangka.
"Tujuh tersangka sudah dilakukan pemeriksaan dari pukul 10.30 WIB sampai dengan pukul 19.30 WIB," kata Awi.
Sementara untuk satu tersangka lainnya yakni NH yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kejagung dijadwalkan ulang pemeriksaannya. Tersangka tidak hadir pada pemeriksaan dengan alasan sakit.
"Adapun 1 tersangka lainnya PPK Kejagung NH, akan dilakukan pemanggilan ulang pada 2 November 2020," tandas dia.
Dalam perkara ini penyidik menemukan infomasi baru. Informasi itu perihal nama perusahaan PT APM sempat dipinjam oleh dua orang dengan insial MAI dan SW.
PT APM merupakan perusahaan yang disebut menjalin kerjasama dengan PPK Kejagung perihal pengadaan cairan pembersih Top Cleaner. Cairan ini disebut sebagai penyebab api yang membakar gedung semakin membesar.
BACA JUGA:
Dalam perkara kebakaran ini, Polri menetapkan 8 orang tersangka. Lima orang di antaranya merupakan pekerja bangunan berinisial T, H, S, K, dan IS. Mereka ditetapkan tersangka karena melanggar aturan tidak merokok di aula biro kepegawaian.
Sementara 3 lainnya yakni, UAM sebagai mandor, R yang merupakan Direktur PT ARM dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kejaksaan Agung, NH.
Penetapan tersangka terhadap UAM beralasan lantaran tidak mengawasi kelima tukang itu saat berkerja. Sementara, R dan NH ditetapkan tersangka karena membuat kesepakatan penggunaan cairan pembersih top cleaner yang disebut mempercepat proses pembakaran.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara.