JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah menyampaikan dukacita yang mendalam atas meninggalnya putra sulung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Emmeril Kahn Mumtadz atau yang akrab dipanggil Eril.
Ungkapan dukacita disampaikan secara langsung Menaker kepada Gubernur Ridwan Kamil saat keduanya bertemu di Kantor KBRI di Kota Bern, Swiss pada Jumat 10 Juni kemarin. Menaker bertemu Ridwan Kamil di sela-sela dirinya melakukan kunjungan kerja di Kota Bern, Swiss.
"Saya sangat berduka atas meninggalnya ananda Eril, putra Kang Ridwan Kamil. Semoga Eril mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah, dan Kang Ridwan Kamil beserta keluarga diberi ketabahan," kata Menaker.
Saat di Kantor KBRI, Menaker bersama Ridwan Kamil, rombongan dari Kementerian Ketenagakerjaan, dan para pegawai KBRI melakukan salat gaib untuk Eril. Salat gaib dipimpin oleh Ridwan Kamil.
Seusai melaksanakan salat gaib, Menaker dan Ridwan Kamil bersama-sama mengunjungi Sungai Aare, sebuah lokasi yang menjadi tempat hilangnya Eril.
Tiba di sungai Aare, Menaker dan Ridwan Kamil berjalan ke sisi sungai, kemudian berhenti di sebuah pohon yang dijadikan sebagai penanda untuk mengenang Eril.
Setelah itu, mereka mengitari sungai dan jembatan sambil berbincang-bincang tentang kronologi hilangnya Eril di sungai yang memiliki sebutan Sungai Hijau Tosca itu.
BACA JUGA:
Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanudin Adi Maulana menjelaskan analisisnya soal penemuan jasad Emmeril Kahn Mumtadz atau Eril yang ditemukan setelah pencarian selama 14 hari. Jasad Eril juga ditemukan dalam keadaan utuh.
Adi menuturkan, ada dua penyebab sulitnya pencarian Eril yang tenggelam di Sungai Aare, Bern, Swiss, selama ini. Kata dia, aliran Sungai Aare memiliki arus yang cukup deras. Kedua, material batuan di dasar sungai tidak rata.
"Perpaduan antara arus yang cukup besar dengan morfologi dasar sungai yang terdiri dari batuan tentu menyulitkan bagi tim SAR untuk mencari jasadnya di Sungai Aare," kata Adi saat dihubungi VOI, Jumat, 10 Juni.
Terkait dengan kondisi jasad Eril yang masih utuh meski telah tenggelam selama 14 hari, Adi menyebutkan dua faktor. Pertama, suhu di sungai Bern masih cukup dingin meskipun saat ini tengah memasuki musim panas.
"Karena itu sungai, suhu air yang masih cukup dingin itu sedikit banyak memengaruhi proses pembusukan tidak berlangsung secara cepat, atau dalam arti memperlambat," ungkap Adi.