JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memastikan pihaknya tetap memberikan pelayanan bagi pencari keadilan di daerah yang sulit diakses. Pelayanan itu lewat program perlindungan saksi dan korban.
Hal itu disampaikan Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat diskusi virtual "Galang Solidaritas-Program Perlindungan Saksi-Korban Berbasis Komunitas", Kamis 9 Juni.
"Program ini untuk memperpendek akses para pencari keadilan, apakah dia saksi atau korban kepada LPSK," katanya.
Hasto menjelaskan program perlindungan saksi dan korban dibentuk karena keterbatasan sumber daya manusia LPSK. Saat ini lembaga tersebut hanya memiliki sekitar 400 pegawai.
Di satu sisi, kata Hasto, LPSK harus melayani para pencari keadilan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Seringkali pegawai LPSK datang ke lokasi yang terbilang cukup sulit dijangkau secara fisik.
"Keterbatasan sumber daya manusia ini juga diwarnai keterbatasan anggaran yang diberikan negara," ujarnya melansir Antara.
Ia menyebut berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, jumlah tindak pidana kejahatan yang terjadi di Indonesia mencapai 200 ribu lebih. Sementara, setiap tahunnya LPSK hanya bisa melayani sekitar 4.000 orang saja.
Berangkat dari latar belakang masalah tersebut, LPSK berpikir perlu terobosan baru dalam menjangkau atau melayani para pencari keadilan salah satunya pembentukan program perlindungan saksi dan korban.
Hasto berharap program perlindungan saksi dan korban bisa menjembatani komunikasi korban maupun saksi dengan LPSK sejak permohonan diajukan sampai perkara tersebut selesai.
BACA JUGA:
Ia menjelaskan pendampingan bagi korban dan saksi tidak hanya terbatas sampai perkara tersebut selesai. Sebab, sering kali para terlindung mengalami trauma setelah kasusnya tuntas di meja hijau.
"Di sinilah peran sahabat saksi dan korban sebagai pendamping kepada korban atau keluarga korban," kata Hasto.
Terakhir, LPSK berharap para sahabat saksi dan korban yang menjadi mitra lembaga tersebut juga bisa menyosialisasikan peran dan mandat LPSK.