JAKARTA - Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes menilai Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) merupakan koalisi strategis karena dibentuk lebih dini, jauh sebelum pendaftaran calon presiden resmi dibuka pada 19 Oktober 2023.
Arya menjelaskan, KIB yang dibentuk Golkar, PPP dan PAN juga dianggap strategis lantaran koalisi tersebut sudah memenuhi syarat ambang batas pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen.
"Kalau digabung, KIB sudah memenuhi sebesar 25,7 persen," katanya dalam diskusi bertajuk "Manuver Koalisi Partai Menjelang Pemilu Presiden: Motivasi dan Resiliensi" secara daring, Rabu 8 Juni
Selanjutnya, alasan lain KIB strategis, karena dengan terpenuhinya syarat dukungan, akan muncul kepastian pencalonan untuk diusung oleh koalisi ini.
"Koalisi dini strategis karena tersedia ruang yang banyak, terutama di internal partai untuk berdiskusi kebijakan apa yang akan mereka dorong, baik pra pemilu, maupun pasca-2024," ujar Arya.
Dalam kesempatan itu, Arya juga menuturkan adanya kecenderungan berbeda dalam Pilpres 2024 dengan kontestasi sebelumnya di Tanah Air. Menurutnya, perbedaan itu terdiri dari tiga tren.
Arya menjelaskan, tren pertama, yaitu partai-partai akan terdorong membuat koalisi lebih awal mengingat banyak kandidat yang berpotensi dicalonkan partai politik.
"Jadi parpol punya banyak pilihan untuk mencalonkan, kira-kira siapa yang akan mereka dukung dalam kontestasi pilpres mendatang," tuturnya.
BACA JUGA:
Kedua, lanjut dia, CSIS memprediksi faktor penting dalam mempengaruhi peta koalisi ke depan terdapat pada pandangan pimpinan atau elit partai. Hal ini jelas berbeda dengan pilpres sebelumnya, dimana faktor kandidat menjadi penting.
Ketiga, soliditas koalisi diprediksi dinasmis, bisa berubah tergantung hasil pemilihan legislatif. "Koalisi dini juga soliditasnya akan bergantung pada hasil pileg (pemilihan legislatif) karena akan mempengaruhi juga bagaimana peta pencalonan pada pilkada mendatang," tandasnya.