Bagikan:

JAKARTA -  Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengapresiasi pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang disepakati Partai Golkar, PAN dan PPP. CSIS menilai koalisi tersebut strategis karena dibentuk lebih dini dan sudah memenuhi syarat minimal dukungan pencalonan 20 persen. 

Dengan koalisi ini, akan muncul kepastian pencalonan untuk diusung di Pilpres 2024. Koalisi dini juga memberi ruang lebih banyak untuk membicarakan soal kebijakan-kebijakan baik pria maupun pasca-pemilu. 

Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, menilai ada tiga hal penting yang bisa mempengaruhi soliditas atau daya tahan Koalisi Indonesia Bersatu. Pertama, seberapa fair dan terbuka power sharing didiskusikan di internal partai partai yang akan berkoalisi. 

"Kalau lebih terbuka dan fair, diprediksi koalisinya akan lebih solid. Tapi kalau tidak, diprediksi akan gampang bubar," ujar Arya dalam diskusi bertajuk "Manuver Koalisi Partai Menjelang Pemilu Presiden: Motivasi dan Resiliensi" secara daring, Rabu, 8 Juni. 

Kedua, menyoal kekuatan mengusung calon yang potensial menang. Karena kalau tidak potensial menang, kata Arya, koalisi akan rentan bubar lantaran akan ada tarikan dari eksternal untuk berpindah ke koalisi lain yang dianggap mampu mengusung calon yang potensial menang.

Ketiga, dipengaruhi oleh seberapa besar mampu merepresentasikan preferensi pemilih ketika memutuskan untuk bergabung dengan koalisi lain. 

"Ini menjadi faktor penting. Karena kalau tidak bisa membaca arah pemilih partai, tentu akan berpengaruh kepada dukungan pemilih partai tersebut," pungkasnya.