Bagikan:

JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta maaf telah menyebutkan pemimpin tertinggi kelompok Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Baraja, merupakan salah satu pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid mengatakan yang semestinya pendiri Ponpes Al Mukmin Ngruki adalah Abdullah Baraja. Sebab itu BNPT melakukan klarifikasi.

"Kami mohon maaf atas kekeliruan penyebutan tersebut. Abdul Qadir Baraja bukan pendiri Ponpes Al Mukmin Ngruki," kata Nurwakhid dalam keterangan tertulisnya, Rabu 8 Juni.

Nurwahid menjelaskan, Abdul Qadir Baraja merupakan mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) dan pernah terlibat dalam Majelis Mujahidin Indonesia tahun 2000 meskipun dia memilih tidak aktif.

"Dia (Abdul Qadir Baraja) sudah dua kali ditangkap dan dihukum dengan keterlibatannya di jaringan terorisme. Pertama, pada Januari 1979 terkait teror Warman. Kedua, dia ditahan atas kasus bom di Jawa Timur dan Candi Borobudur pada awal tahun 1985," jelas Nurwakhid.

Lalu, mengenai kelompok Khilafatul Muslimin, Nurwakhid mengatakan kelompok tersebut sama bahayanya dengan Hizbut Tahir Indonesia (HTI), NII, dan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) karena mengampanyekan tegaknya sistem khilafah.

"Bedanya, HTI merupakan gerakan transnasional dan sedang memperjuangkan sistem khilafah di berbagai negara. Sementara Khilafatul Muslimin, kelompok ini mengklaim sudah mendirikan khilafah dengan adanya khalifah yang terpilih," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 31 Juni.

Dia menjelaskan genealogi atau garis keturunan Khilafatul Muslimin tidak bisa dilepaskan dari NII karena sebagian besar tokoh kunci dalam gerakan itu adalah mantan NII.

Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan gerakan Khilafatul Muslimin yang bertentangan dengan falsafah bangsa dan berpotensi melahirkan gerakan terorisme, BNPT, sebagai sektor pemimpin dalam tindakan koordinasi pencegahan kemunculan paham yang dapat mendorong terorisme, telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak, di antaranya pemerintah daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di seluruh daerah.