KontraS Minta Pemerintah Evaluasi Pasukan Militer di Papua
TGPF Intan Jaya/DOK.via ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta agar peristiwa penembakan yang terjadi di Intan Jaya dan menewaskan sejumlah warga sipil dan prajurit TNI, termasuk Pendeta Yeremia menjadi momentum pemerintah mengevaluasi keberadaan militer di Papua.

Hal ini disampaikan KontraS menanggapi hasil temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya yang diumumkan Menko Polhukam Mahfud MD, Rabu, 21 Oktober.

"Kami mendorong menjadikan peristiwa ini, kami tekankan agar pemerintah baik DPR melakukan proses evaluasi terkait keberadaan militer di Papua," kata Kepala Divisi Pembelaan HAM KontraS Arif Nur Fikri dalam konferensi pers yang dilakukan secara daring, Kamis, 22 Oktober.

Evaluasi ini, sambungnya, juga perlu dilakukan mengingat intensitas kasus kekerasan di Papua dari tahun ke tahun terus meningkat tanpa adanya proses maupun evaluasi.

"Kita hanya melihat bahwa proses evaluasi yang diungkap hanya keberhasilan aparat keamanan ketika menanggulangi kelompok sipil bersenjata," tegasnya.

"Tapi pemerintah atau DPR ini tidak melihat secara utuh ketika ada kasus kekerasan yang berdampak bagi masyarakat Papua. Setidaknya momentum ini jadi proses evaluasi dari pemerintah dan DPR untuk melihat keberadaan militer di Papua.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sudah menerima hasil investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya. Dari hasil investigasi sejak 2 Oktober hingga 17 Oktober, disimpulkan peristiwa penembakan yang menewaskan seorang pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua diduga melibatkan oknum aparat.

"Mengenai terbunuhnya Pendeta Yeremia Zanambani pada 19 September 2020, informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat," kata Mahfud saat menggelar konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam, Rabu, 21 Oktober.

Namun, terkait penembakan, kata Mahfud, hal ini diduga dilakukan oleh pihak ketiga. Setelah pemerintah menerima hasil dari TGPF Intan Jaya, Mahfud mengatakan, kasus ini bakal diselesaikan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. 

"Baik hukum pidana maupun hukum administrasi negara sejauh menyangkut tindak pidana yang berupa kekerasan dan atau pembunuhan. Pemerintah meminta Polri dan Kejaksaan menyelesaikan sesuai hukum berlaku tanpa pandang bulu," tegas eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

Selain kasus penembakan yang menewaskan Pendeta Yeremia, TGPF juga melaporkan hasil investigasi terhadap tiga kasus kekerasan lainnya. Berdasarkan temuan tim investigasi yang dipimpin oleh Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) menjadi pihak yang bertanggungjawab terhadap tewasnya dua anggota TNI Serka Sahlan dan Pratu Dwi Akbar Utomo serta seorang warga sipil bernama Badawi.