JAKARTA - Pengacara jaksa Pinangki Sirna Malasari, Aldres Napitupulu menegaskan jaksa penuntut umum (JPU) masih belum menjelaskan secara rinci terkait nota keberatan (eksepsi) atas surat dakwaan. Penerimaan uang yang didakwakan kepada Pinangki disebut pengacara tidak diterangkan tanggal penerimaannya.
“Penuntut umum masih tidak menjelaskan hal-hal yang kami sampaikan dalam eksepsi kami, yaitu tidak jelasnya kapan, Pinangki ini terima uang dari katanya Andi Irfan Jaya," ujar Aldres kepada wartawan, Rabu, 21 Oktober.
Menurut Aldres, keberatan yang disampaikan pihaknya karena surat dakwaan tidak tercantum mengenai Andi Irfan Jaya diperiksa soal pemberian uang.
Selain itu, dalam dakwaan JPU hanya menyebut Pinangki menerima uang dari Andi Irfan Jaya di beberapa tempat dengan menggunakan kata atau yang bisa diartikan tidak pasti.
"(JPU) mendakwa dia (Pinangki) menerima uang dari Andi Irfan Jaya itu kalau ngga di Kuala Lumpur, di Jakarta, atau, atau, atau kebanyakan ataunya," kata dia.
"Itu kita bisa lihat sendri itu jelas atau engga, menurut kami itu tidak jelas, tapi menurut penuntut umum itu yang jelas, ya nanti masyarakat bisa nilai," sambungnya.
Aldres juga menyinggung soal dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Menurutnya, dakwan itu tidak tepat sebab JPU tidak menjelaskan bentuk pencucian uang yang dilakukan kliennya.
"Kami katakan tidak jelas dimana menyamarkannya, dimana layeringnya pencucian uang di perkara ini, kemudian dia jawab digunakan untuk kepentingan pribadi. Loh itu bukan pencucian uang, itu namanya kalau pun benar, ya itu menikmati hasil kejahatan," papar dia.
Bahkan, soal Pinangki yang didakwa bermufakat untuk menyuap pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung juga dianggap tak jelas. Alasannya, masih tidak dijabarkan siapa sosok pejabat yang bakal disuap.
"Tapi di dalam dakwaan tidak disebutkan siapa pejabatnya, emang pejabat di Kejagung sama MA cuma satu," katanya.
Dalam sidang lanjutan, jaksa penuntut umum meminta majelis hakim menolak eksepsi pengacara Pinangki Sirna Malasari. Permintaan ini disampaikan dalam replik atau tanggapan atas eksepsi.
"Menolak keseluruhan keberatan atau eksepsi yang diajukan kuasa hukum terdakwa," ujar Jaksa KMS Roni dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Rabu, 21 Oktober.
Jaksa menegaskan dakwaan terhadap Pinangki sudah disusun sesuai aturan Pasal 143 ayat 2 KUHAP. Selain itu, surat dakwan juga dinilai sudah menguraikan seluruh perbuatan terdakwa secara cermat, jelas, dan lengkap.
"Dengan demikian dalil tim penasehat hukum terdakwa adalah keliru dan tidak berdasar sehingga patut untuk ditolak dan dikesampingkan," tegas jaksa KMS Roni.
BACA JUGA:
Adapun jaksa Pinangki didakwa dalam tiga perkara. Pertama, jaksa Pinangki didakwa menerima 500 ribu dolar AS sebagai uang muka (down payment) pengurusan fatwa Mahkamah Agung agar Djoko Tjandra bisa bebas dari hukuman pidana penjara terkait kasus pengalihan hak tagih Bank Bali.
Dakwaan kedua, jaksa Pinangki didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Menurut jaksa, Pinangki menerima 500 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra lewat Andi Irfan Jaya. Sebesar 50 ribu dolar AS diserahkan ke Anita Dewi Kolopaking seorang pengacara. Sisa uang 450 ribu dolar AS ini yang didakwa jaksa dilakukan pencucian uang.
“Maka jumlah keseluruhan uang yang digunakan terdakwa adalah USD 444.990 atau setara Rp6.219.380.900,” kata jaksa.
Sedangkan dakwaan ketiga, jaksa Pinangki didakwa bermufakat jahat bersama Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk memberikan uang ke pejabat Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. Jumlah uang yang dijanjikan dalam permufakatan jahat ini sebesar 10 juta dolar AS.