MEDAN - Lewat kuasa hukumnya, Ketua Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Kota Medan, Khairi Amri mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Medan. Khairi ditetapkan sebagai tersangka penyebaran ujaran kebencian.
Ketua Korps Advokat Alumni Universitas Muhammadiyah Sumut (UMSU), Mahmud Irsyad Lubis mendaftarkan permohonan praperadilan yang teregistrasi dengan nomor: 73/Pid.Pra/2020/PN.MDN. Praperadilan diajukan untuk menggugat status tersangka Khairi Amri oleh Polri.
"Pertama aspek penetapan tersangka, kedua aspek penangkapan dan ketiga aspek penahanan," kata Mahmud, Senin, 19 Oktober.
Menurut dia, penangkapan Khairi Amri tidak memenuhi minimal 2 alat bukti. Apalagi isi whatsApp grup yang dipersoalkan Polri baru diketahui setelah Khairi Amri ditangkap.
"Khairi Amari ditangkap hari Jumat saat aksi, tanpa 2 alat bukti yang cukup. Dia ditangkap karena dituduh menyebarluaskan ujaran kebencian dan menghasut untuk melakukan tindak kekerasan," sambungnya.
"Kami memandang penangkapan dan penahanan atas diri Khairi Amri yang didahului penetapan tersangka, tidak sah berdasarkan dengan peraturan yang ada," ungkapnya.
Mahmud membantah sangkaan Khairi Amri menjadi penyuplai logistik demo tolak UU Cipta Kerja yang berakhir ricuh di Medan beberapa waktu lalu. Sehari-hari Khairi Amri disebut bekerja sebagai tukang ojek.
"Beliau ini tukang ojek, coba meruntuhkan negara? kita belum bisa berpikir ke arah sana," katanya.
BACA JUGA:
Selain itu disebut Mahmud, Khairi memang mengetahui adanya sumbangan Rp500 ribu dari orang yang tak menyebut identitas. Tapi duit ini tidak digunakan. Sedangkan uang Rp300 ribu dari 3 anggota grup WA digunakan untuk konsumsi.
“Beli air mineral dan nasi untuk dibagikan ke mahasiwa. Kita sama-sama bayangkan, apakah negara ini bisa rubuh dari Rp300 ribu,” ujar Mahmud.
“Penangkapan dan penanahan ini terlalu dipaksakan dan cacat hukum, karena itu didaftarkan prapid," lanjutnya.