Pengakuan Bos Robot Trading DNA Pro yang Mendekam di Balik Jeruji Besi
Direktur Utama (Dirut) PT DNA Pro Akademi, Daniel Abe tersangka kasus investasi bodong/FOTO: Rizky Adytia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama (Dirut) PT DNA Pro Akademi, Daniel Abe memberikan pengakuan usai ditetapkan tersangka dan ditahan dalam kasus robot trading. Dia menyebut bisnis yang dijalaninya itu tidak siap secara sistem sehingga menyebabkan kerugian bagi para membernya.

"Awalnya, aplikasi DNA itu memang sangat baik. Tapi memang berkembangnya pesat untuk member, dan ketidaksiapan sistem kami maka terjadilah skema piramida itu," ujar Daniel kepada wartawan, Jumat, 27 Mei.

Skema piramida atau ponzi inilah yang menyebabkan para membernya mengalami kerugian besar.

Skema ponzi merupakan modus investasi palsu dengan pola membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya, bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini.

"Jadi memang skema piramida itu terjadi, dan skema piramida itu terjadi uangnya memang balik ke member ke member lagi," ungkapnya.

Karena itu, Daniel menyatakan siap bertanggungjawab atas semua perbuatannya. Caranya dengan menjalani proses hukum yang sudah berjalan.

"Saya selaku direktur utama DNA Pro saya meminta maaf sebesar-besarnya untuk para kolega, kepada keluarga, kepada member, dan saya sudah bertanggungjawab atas semua itu sampai detik ini," ucap dia.

Namun, di akhir pernyataannya, otak kejahatan robot trading DNA Pro ini berharap industri atau bisnis robot trading di Indonesia tetap berkembang.

"Terakhir saya mau bilang bahwa industri robot trading supaya ke depannya harus lebih maju lagi dari sekarang," kata Daniel.

Dalam kasus ini, Bareskrim Polri telah menetapkan 14 tersangka. Di mana, sebagian besarnya sudah diringkus dan tiga di antaranya masih menjadi buronan.

Ketiga buronan itu antara lain, Daniel Zii, Ferawati alias Fei, dan Devinata Gunawan.

Dalam kasus robot trading DNA Pro ini, 3.621 orang menjadi korban. Total kerugian yang dilaporkan mencapai Rp551 miliar.