Demi Keselamatan, Ketua PKK NTB Ajak Orang Tua Batasi Anak Jadi Joki Cilik Pacuan Kuda
Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Nusa Tenggara Barat (NTB) Niken Saptarini Widiyawati Zulkieflimansyah/Foto: Antara

Bagikan:

MATARAM - Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Nusa Tenggara Barat (NTB) Niken Saptarini Widiyawati Zulkieflimansyah mengajak orang tua joki cilik di Bima, membatasi buah hatinya menjadi joki pada pacuan kuda.

"Orang tua harus bergerak hatinya untuk membatasi anak yang masih di bawah umur 10 tahun untuk tidak menjadi joki cilik," kata Niken pada program Kabar Bunda Niken (KBN) dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan di Mataram, Kamis 26 Mei.

Istri Gubernur NTB itu berharap kepada keluarga baik anak maupun ayah joki cilik sebagai kepala rumah tangga agar mengutamakan pendidikan bagi masa depan anak-anaknya.

"Karena informasi-nya, saat lomba pacuan kuda, joki cilik ini tidak masuk sekolah," katanya dikutip Antara.

Bunda Niken sapaan akrabnya menilai persoalan lain yang dihadapi joki cilik saat pacuan adalah resiko kemungkinan terjadi kecelakaan. Termasuk bila ada transaksi taruhan, menurut para ahli sudah merupakan bentuk eksploitasi terhadap anak.

Hal lain juga yang harus diperhatikan adalah ada 10 hak anak yang harus dijamin oleh semua pihak. Salah satunya adalah pendidikan dan kesehatan.

"Joki cilik adalah masalah kompleks yang terjadi di NTB. Namun harus ada perlindungan khusus terhadap anak sebagai joki cilik. Walaupun pacuan kuda sebagai tradisi dan budaya di Bima," katanya menjelaskan.

Hal senada juga disampaikan Ketua TP PKK Kabupaten Bima Rostiati Dahlan, yang mengaku sangat khawatir dengan keberadaan joki cilik tersebut.

Meski demikian menurutnya ada tiga hal yang harus diperhatikan mengenai persoalan joki cilik ini. Pertama terkait ekonomi, kedua pendidikan dan ketiga terkait dengan hobi.

"Kondisi ekonomi memaksa anak-anak ini menjadi joki cilik. Tergiur dengan bayaran yang hanya sedikit dibanding keselamatannya," ujar Rostiati Dahlan.

Begitupun persoalan pendidikan, menjadi terbengkalai akibat anak tidak masuk sekolah. Tidak hanya itu, hobi turun temurun ini juga menjadi faktor seorang anak berani menjadi joki.

"Oleh karena itu di sinilah peran orang tua untuk melarang anaknya menjadi joki karena masih terlalu kecil," kata istri Wakil Bupati Bima tersebut.

Salah satu pemerhati anak Kabupaten Bima, Rufidah mengatakan bahwa profesi joki cilik ini termasuk pegadaian terhadap jiwa anak.

"Karena pengaruhnya dan akibatnya terhadap keamanan, pendidikan dan hak anak," ujarnya.

Oleh karena itu semua pihak harus ikut peduli terhadap bentuk kegiatan anak tersebut, baik itu orang tua joki, pemerintah, organisasi Pordasi Kabupaten Bima dan semua komponen masyarakat.

Sementara itu, salah satu pengurus Pordasi Kabupaten Bima, Irfan, menegaskan pihaknya bersama pengurus daerah maupun pusat terus mengatur regulasi tentang kategori pacuan kuda tradisional tersebut.

"Misalnya joki harus sesuai kelas dan ukuran kuda, memakai pengaman lengkap saat latihan maupun pertandingan dan di asuransi," katanya.