Tugas Baru Luhut Urusi Minyak Goreng Bikin Jokowi Renggang dengan PDIP, Apa Respons Kader Banteng?
Luhut Pandjaitan/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memberi tugas khusus untuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Kali ini, Luhut diminta mengurus masalah minyak goreng lantaran harganya yang masih mahal dan stoknya langka di pasaran.

"Tiba-tiba Presiden (Jokowi) memerintahkan saya untuk mengurus minyak goreng. Jadi sejak tiga hari lalu, saya mulai menangani masalah kelangkaan minyak goreng," ujar Luhut saat membuka acara Perayaan Puncak Dies Natalis ke-60 GAMKI secara virtual, yang ditayangkan melalui YouTube Gamki Balikpapan, Sabtu, 21 Mei. 

Luhut berharap persoalan minyak goreng ini segera tuntas saat ditanganinya. "Kita berharap itu bisa nanti tidak terlalu lama kita selesaikan," ucapnya.

Penugasan baru terhadap Luhut ini tentu menuai sorotan tajam. Pasalnya, beluk lama ini Luhut juga dipercaya Jokowi menjadi Ketua Dewan Sumber Daya Air. Padahal, Luhut berulah hingga wacana penundaan Pemilu 2024 menjadi polemik. 

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Andriadi Achmad, menilai penunjukkan terhadap Luhut untuk mengurusi masalah minyak goreng terlalu berlebihan dan etis secara kelembagaan.

Sebab, menurutnya, sudah banyak tugas yang diemban Luhut yang tidak sesuai dengan latar belakangnya sebagai Menko Maritim dan Investasi. Bahkan, Luhut sampai disebut sebagai menteri segala urusan. 

"Lebih jauh, LBH (Luhut Binsar Pandjaitan, red) seolah berperan sebagai Perdana Menteri. Seharusnya Jokowi menunjuk menteri lainnya yang sesuai dengan backgroundnya untuk mengurus masalah minyak goreng," ujar Andriadi kepada VOI, Selasa, 24 Mei. 

Andriadi menilai, tugas baru yang diberikan kepada Luhut semakin menunjukkan bahwa Jokowi lebih percaya politikus senior Partai Golkar itu ketimbang menteri-menteri dari PDIP yang merupakan partainya.

"Penunjukkan tugas baru Jokowi untuk LBH menunjukkan bahwa Jokowi sangat percaya terhadap LBH ketimbang yang lainnya," katanya. 

Kepercayaan Jokowi terhadap Luhut ini, menurut Andriadi semakin memperlebar ruang ketidaksukaan PDIP terhadap Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali itu. Apalagi, belakangan Luhut sering 'diseruduk' kader partai banteng. 

"Belakangan membaca bahwa LBH diserang kader PDIP seperti Masinton Pasaribu. Secara tidak langsung menunjukkan ada ketidakharmonisan antara PDIP dan LBH sesama pendukung utama Jokowi," kata Andriadi. 

Bahkan, yang hangat baru-baru ini Jokowi seolah mengisyaratkan tidak mendukung jagoan dari PDIP, Puan Maharani untuk menjadi calon presiden 2024. 

"Belum lagi dalam sebuah pertemuan baru-baru ini, terdapat statement menunjukkan Jokowi lebih mendukung salah satu capres Ganjar Pranowo ketimbang Puan Maharani," katanya.  

Dengan beruntunnya sinyal Jokowi ini, Andriadi memprediksi bahwa menjelang akhir periode pemerintahan, hubungan kepala negara dengan PDIP akan semakin merenggang. Jokowi, dimungkinkan akan lebih dekat dengan kubu Luhut. Terlebih, Golkar dinilai bakal mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. 

"Prediksi saya ke depan menjelang dua tahun berakhirnya masa jabatan Presiden Jokowi akan semakin renggang dengan PDIP sebagai pendukung utamanya dan lebih dekat dengan kubu LBH dan capres Ganjar Pranowo," pungkas Andriadi. 

Lantas, bagaimana respons PDIP mendapati Luhut menjadi orang yang paling dipercaya Jokowi? 

Tentu, penunjukan Luhut Pandjaitan untuk mengurus carut marut minyak goreng di Tanah Air mendapat kritikan dari PDIP. Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP, Deddy Yevri Sitorus menilai langkah Presiden Jokowi itu bukanlah keputusan yang tepat.

Sebab menurutnya, urusan minyak goreng mestinya menjadi tugas Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian.

"Jadi ini mengambil alih pekerjaan tiga menteri sekaligus," ujar Deddy melalui keterangan tertulisnya, Selasa, 24 Mei.

Tak hanya menambah beban tugas Luhut sebagai Menko Marves, Koordinator PPKM Jawa-Bali, dan setumpuk jabatan lain, Deddy menilai tugas mengurusi minyak goreng ini bisa menimbulkan kesenjangan bagi menteri-menteri lainnya. 

"Selain menambah beban kerja LBP yang sudah menumpuk, penunjukkan itu juga hanya akan membuat Luhut seperti satu-satunya solusi pemerintahan dan berpotensi menimbulkan disharmoni dalam kabinet,” tegas Deddy. 

Apalagi, Luhut juga merupakan Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional. Sehingga, kata Deddy, seolah-olah semuanya diurus Luhut seorang.

"Kesannya jadi seolah-olah tidak ada orang lain yang bisa bekerja selain LBP,” imbuhnya.

Lebih dari itu, Deddy mengatakan, penunjukkan Luhut juga berpotensi melahirkan isu konflik kepentingan. Sebab, politikus senior Golkar itu dikenal dekat dengan figur-figur yang saat ini bermasalah hukum dalam kasus minyak goreng. 

Ditambah lagi, kata Deddy, sebelumnya ada isu konflik kepentingan Luhut dalam bisnis antigen dan PCR ketika menjadi komandan penanganan pandemi COVID-19. 

“Saya khawatir, sebentar lagi isu kedekatan Pak Luhut dengan para pemain sawit akan menjadi buah bibir di tengah masyarakat. Kan kasihan Pak LBP nanti jadi sasaran rumor lagi," katanya

Deddy menambahkan, sebetulnya solusi masalah minyak goreng adalah soal konsistensi dalam penegakan aturan hukum. Kemudian, membangun sistem distribusi yang menutup ruang bagi spekulasi, manipulasi dan penyeludupan.

“Kata kuncinya ada pada proses penegakan hukum, pada sistem dan bukan pada sosok pribadi, karena sudah ada mekanisme untuk itu," kata Deddy. 

"Jadi silakan para pihak yang berwenang sesuai UU dan regulasi menjalankan tugasnya. Dan saya pribadi berharap agar proses hukum di Kejaksaan Agung terus berjalan secara profesional dan sesuai dengan aturan yang ada,” pungkasnya.