Tenaga Ahli KSP Sebut Masyarakat Tak Cermati Proses Pembahasan UU Cipta Kerja
Demonstrasi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja yang dilakukan BEM SI (Diah Ayu/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan menyebut bahwa masyarakat selama ini tak mencermati proses pembahasan UU Cipta Kerja di DPR RI. Dia mengklaim, selama ini pembahasan undang-undang tersebut selama ini sudah terpublikasi dengan baik dan transparan.

"Saya memastikan UU ini sangat transparan. Karena ini disampaikan secara komunikatif dan transparan di DPR. Media di DPR kan ada, ada TV, ada kanalnya TV Parlemen," kata Ade dalam sebuah agenda diskusi daring yang ditayangkan di YouTube, Sabtu, 17 Oktober.

Selain itu, klaim transparan ini juga muncul karena tiap rapat badan legislasi juga disiarkan di TV Parlemen dan disiarkan secara streaming. "Jadi sebenarnya keinginan kita saja, ingin mencermati tiap perkembangan ini atau tidak," tegasnya.

"Itu problemnya, kita kadang lupa. Tidak melihat prosesnya nah kita mengkritisi diakhirnya bahwa ini terjadi bla, bla, bla," imbuh dia.

Politikus PPP ini mengatakan, sepengetahuan dirinya, seluruh perdebatan di Badan Legislatif DPR RI juga telah dimunculkan dan dipastikan tidak ada yang disembunyikan. Undang-Undang Cipta Kerja ini, kata dia, juga sudah mengakomodasi seluruh aspirasi dari publik karena sudah banyak pihak yang diajak berdialog sebelum undang-undang ini diketuk.

Dia tak menampik jika undang-undang ini kemudian dibahas secara maraton. Namun dia memastikan, pembahasan undang-undang ini tak akan ada yang ditutupi. "Mungkin waktu kita saja yang tidak cukup kuat dalam mencermati proses yang terjadi di DPR," ungkapnya.

"Memang kita lupa, kita terkadang selalu mengoreksi itu di akhir dan tidak mau untuk melihat dari awal. Jadi lompatan berpikir kita itu yang kadang menjadi problem," tambahnya.

Tak sepakat dengan pernyataan Ade, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan keliru berat jika masyarakat dianggap tak memperhatikan UU Cipta Kerja ini. Sebab, masyarakat sudah memperhatikan undang-undang ini sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikannya dalam pidato pelantikannya pada Oktober 2019. 

"Keliru berat. Kami dari bulan Oktober tahun lalu sudah memperhatikan bahkan sudah menggugat, sudah bersuara, namun diabaikan," tegas Bivitri dalam acara yang sama.

Dirinya bahkan mengatakan pernah menjadi saksi saat masyarakat sipil menggugat proses penyusunan UU Cipta Kerja di PTUN karena dianggap tertutup sejak awal. "Proses penyusunan sudah sangat tertutup bahkan di pengadilan kami sudah sampaikan berbagai bukti bahwa kami minta draf resmi, ada surat, jawaban tidak diberikan sampai proses pembahasan," ungkapnya.

Selain itu, dia juga menyebut proses pembahasan ini juga hanya terbuka di saat proses rapat dengar pendapat umum yang terjadi di bulan Februari-Juni. Sementara sisanya, rapat panitia kerja, kata Bivitri, selama ini biasa dilakukan secara tertutup.

"Jadi memang diklaim ada 64 kali pertemuan, Pak Azis Syamsudin selalu bilang begitu. Tapi jangan lupa magnitudenya ini 812 halaman. Apakah cukup dengan 64 kali pertemuan dengan catatan stakeholdernya bukan buruh tapi juga masyarakat adat dan nelayan, serta lainnya," pungkasnya.