DPRD Akui Penetapan Tarif Integrasi Transportasi Jakarta Masih Gantung
Ilustrasi (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta Pandapotan Sinaga mengaku sampai saat ini belum ada kepastian mengenai penetapan tarif integrasi transportasi Jakarta.

Padahal, Pemprov DKI telah mengajukan tarif perjalanan menggunakan transportasi umum, yakni Transjakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta dengan nominal Rp10 ribu.

Namun, dalam rapat terakhir pada 23 Maret lalu, pembahasan ini masih menggantung karena belum dapat persetujuan anggota dewan.

"Tarif integrasi belum ada putusan. Kan pembahasan kemarin hanya itu. Setelah itu, belum ada pembahasan. Mungkin, minggu depan kita lanjutkan pembahasan ini," kata Pandapotan saat dihubungi, Selasa, 17 Mei.

Pandapotan belum dapat memastikan tanggal rapat lanjutan akan digelar. Yang jelas, DPRD menunggu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pulang dari Eropa pada 18 Mei mendatang. Mengingat, saat mengunjungi tiga negara Eropa itu, Anies melakukan beberapa kerja sama mengenai transportasi.

"Mungkin (Anies ke Eropa) itu salah satu upaya dia meyakinkan kita. Nanti kami akan rapat lagi," ucap dia.

Sebagaimana diketahui, rencana penerapan tarif terintegrasi transportasi umum di Jakarta sebesar Rp10 ribu menuai kesepakatan. Tiga kali Pemprov DKI rapat bersama DPRD DKI membahas hal ini, namun belum semua anggota dewan menyetujui besaran tarif tersebut.

Dalam rapat terakhir, DPRD mempertanyakan nilai manfaat bagi Pemprov DKI maupun masyarakat Jakarta jika tarif transportasi umum diintegrasikan. Mengingat, saat ini besaran tarif transportasi ketiga moda masih ditopang subsidi dari APBD DKI.

Berdasarkan perhitungan Pemprov DKI, tahun 2021 keuntungan Transjakarta, MRT, dan LRT atas pendapatan tiket sebesar Rp292 miliar. Seandainya tarif integrasi telah berlaku, pendapatan ketiga moda akan minus Rp4 miliar.

Ketika pendapatan pengelola transportasi berkurang, otomatis hal itu akan berpengaruh kepada beban subsidi atau public service obligation (PSO) yang diberikan Pemprov DKI.

Yang juga jadi masalah, kata Anggota Komisi B DPRD DKI Manuara Siahaan, apakah Pemprov DKI bisa memastikan bahwa penerima manfaat integrasi transportasi didominasi oleh warga Jakarta.

"Siapa penerima manfaat terbesar PSO ini? Data yang disajikan terlihat bahwa sebetulnya penerima manfaat terbesar adalah orang yang bermukim di luar DKI jakarta. Artinya, jika nanti PSO itu didanai oleh APBD, karena arus yang terbesar nanti dari Jabodetabek," ujar Manuara beberapa waktu lalu.