Stafsus Menag: Tak Ada Sekat dalam Halalbihalal, Semua Agama Harus Saling Memaafkan
Foto via Antara

Bagikan:

JAKARTA - Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media dan Komunikasi Publik, Wibowo Prasetyo mengapresiasi masih dilestarikannya tradisi halalbihalal di Indonesia karena dapat mengeratkan kohesi sosial dan memperkuat moderasi.

"Halalbihalal merupakan tradisi yang memperkuat moderasi atau penghindaran keekstreman. Pemahaman keagamaan yang moderat terus berkembang di Indonesia antara lain buah dari tradisi ini," kata Wibowo saat memberi sambutan acara "Halalbihalal dalam Bingkai Moderasi Beragama" di Rembang, Jawa Tengah, Sabtu 14 Mei dikutip dari Antara.

Halalbihalal yang digelar Kementerian Agama Kabupaten Rembang tersebut dihadiri Wakil Bupati Rembang Mochamad Hanies Cholil Barro, Kepala Kantor Kemenag Rembang M. Fatah beserta jajaran, para penyuluh agama serta kepala dan penghulu Kantor Urusan Agama (KUA) se-Kabupaten Rembang.

Menurut Wibowo, ada empat indikator penguatan moderasi beragama, yaitu anti-kekerasan, komitmen kebangsaan, toleransi, dan ramah tradisi.

Sementara tradisi halalbihalal merupakan salah satu tradisi khas Indonesia yang harus dilestarikan. Halalbihalal juga wajah Indonesia yang toleran, saling menghormati kepada sesama pemeluk agama.

"Nggak ada sekat dalam halalbihalal karena semua pemeluk agama saling maaf memaafkan tanpa melihat status atau agama seseorang. Makanya Lebaran juga untuk semua," ujarnya.

Ia menjelaskan halalbihalal diartikan sebagai hal maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan, yang biasanya diadakan di sebuah tempat oleh sekelompok orang.

Wibowo menjelaskan meski halal bihalal khas Indonesia namun berasal dari bahasa Arab yang tidak lazim dipakai dalam penutur bahas Arab.

"Secara historis, istilah halalbihalal dimunculkan muassis jami'iyyah NU Kiai Haji Wahab Chasbullah, sebagai pengganti kata silaturahim yang dianggap biasa, untuk mengatasi konflik antara tokoh politik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno," katanya.

Konteks ini, kata dia, semakin menekankan substansi moderasi beragama dalam halalbihalal, baik dalam aspek komitmen kebangsaan, anti-kekerasan, maupun toleransi.

"Bahwa potensi konflik perlu dikelola dengan baik agar tidak melunturkan komitmen kebangsaan, tidak berujung pada tindak kekerasan, dan justru bisa diubah menjadi energi positif untuk terus merajut toleransi," kata Wibowo.

Melalui halalbihalal, diharapkan terjadi perubahan suasana dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Dari beku menjadi cair, dari sulit menjadi mudah, dan dari terikat menjadi terlepas. Makna ini bisa dicapai, di antaranya dengan cara saling maaf memaafkan.

"Halalbihalal sangat relevan menjadi momentum penguatan moderasi beragama yang menjadi salah satu program prioritas Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Halalbihalal menjadi momentum merajut persaudaraan sekaligus menjadi modal dalam menyongsong tahun politik yang sudah mulai terasa hiruk pikuk di tengah keragaman Indonesia," katanya.

Ia juga mengingatkan perbedaan merupakan sunnatullah dan tidak bisa ditolak. Namun, seberapa pun perbedaan yang ada, hal itu tidak boleh berujung pada tindak kekerasan, intoleransi, apalagi sampai menghilangkan komitmen kebangsaan. "Menjadi tugas bersama untuk terus menguatkan moderasi beragama," katanya.