2.600 Perwira Rusia dan Belarusia Terkena Larangan Visa AS, Termasuk yang Diduga Bertanggung Jawab atas Tragedi Bucha
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu memimpin rapat koordinasi para pejabat militer. (Wikimedia Commons/mil.ru/Ministry of Defence)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengumumkan larangan visa baru bagi lebih dari 2.600 perwira militer Rusia dan Ukraina, termasuk mereka yang diyakini beroperasi di Bucha, sebuah kota di luar Kyiv di mana pasukan Rusia dituduh mengeksekusi penduduk.

Mengumumkan kebijakan baru pembatasan visa yang menargetkan pasukan Rusia dan pro-Rusia di Ukraina, Departemen Luar Negeri mengatakan pihaknya memberlakukan larangan terhadap 2.596 anggota militer Rusia dan 13 pejabat militer Belarusia. Larangan visa berlaku untuk pejabat dan anggota keluarga dekat mereka.

"Termasuk di antara kelompok ini adalah personel yang dilaporkan mengambil bagian dalam kegiatan militer Rusia di Bucha, kengerian yang mengejutkan dunia," terang Menlu Blinken dalam sebuah pernyataan, melansir Reuters 9 Mei.

Larangan visa datang di tengah serangkaian sanksi baru AS, setelah Presiden Joe Biden dan para pemimpin Kelompok Tujuh (G7) lainnya bertemu secara virtual dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy pada Hari Minggu, berjanji untuk lebih mengisolasi Rusia dan ekonominya.

Departemen Luar Negeri juga memasukkan daftar hitam delapan perusahaan terkait maritim Rusia dan 69 kapal, yang sekarang akan muncul dari daftar sanksi Departemen Keuangan AS, menghalangi mereka melakukan bisnis di Amerika Serikat atau dengan orang-orang AS.

Perusahaan-perusahaan yang ditargetkan termasuk perusahaan pelayaran Kementerian Pertahanan Rusia dan Fertoing, sebuah perusahaan teknik kelautan khusus yang memproduksi peralatan bawah laut yang dioperasikan dari jarak jauh tetapi sekarang akan diblokir untuk mengakses teknologi AS, terang Menlu Blinken.

Diketahui, para pejabat Ukraina mengatakan ratusan warga sipil ditemukan tewas setelah pasukan Rusia meninggalkan Kota Bucha. Meski demikian, para pejabat Rusia mengatakan pembunuhan itu palsu.