Dituduh Pasok Informasi kepada Israel untuk Bunuh Ilmuwan Nuklir, Terduga Mata-mata Terancam Hukuman Mati di Iran
Ilustrasi. (Unsplash/@chrisyangchrisfilm)

Bagikan:

JAKARTA - Seorang warga negara Swedia-Iran yang dijatuhi hukuman mati di Iran atas tuduhan mata-mata untuk Israel akan dieksekusi pada 21 Mei, kantor berita semi-resmi Iran ISNA mengatakan pada hari Rabu, ketika persidangan seorang mantan pejabat Iran yang dicurigai melakukan kejahatan perang berakhir di Swedia.

Ahmadreza Djalali, seorang dokter dan peneliti kedokteran bencana, ditangkap pada 2016 saat melakukan kunjungan akademis ke Iran. Pengadilan Iran tidak segera mengomentari laporan ISNA bahwa Djalali menghadapi eksekusi akhir bulan ini.

"Swedia dan (UE) mengutuk hukuman mati dan menuntut agar Djalali dibebaskan," kata Menteri Luar Negeri Swedia Ann Linde di akun Twitter-nya, melansir Reuters 4 Mei.

"Kami telah berulang kali menyatakan ini kepada perwakilan Iran. Kami berhubungan dengan Iran," sambungnya.

Pengumuman itu datang tak lama sebelum persidangan Hamid Noury, mantan pejabat penuntutan Iran yang ditangkap oleh otoritas Swedia pada 2019, berakhir di Stockholm. Putusan itu akan diumumkan pada 14 Juli.

Jika terbukti bersalah, Noury ​​menghadapi hukuman seumur hidup maksimum atas tuduhan kejahatan perang internasional dan pelanggaran hak asasi manusia.

Noury ​​dituduh memainkan peran utama dalam pembunuhan tahanan politik yang dieksekusi atas perintah pemerintah di penjara Gohardasht di Karaj, Iran, pada tahun 1988.

Amnesty International telah menyebutkan jumlah yang dieksekusi sekitar 5.000, mengatakan dalam laporan 2018 bahwa "jumlah sebenarnya bisa lebih tinggi".

Di bawah hukum Swedia, pengadilan dapat mengadili warga negara Swedia dan warga negara lainnya atas kejahatan terhadap hukum internasional yang dilakukan di luar negeri.

Pada Hari Senin, Kementerian Luar Negeri Iran memanggil utusan Swedia untuk memprotes "tuduhan tak berdasar dan dibuat-buat yang dibuat jaksa Swedia terhadap Iran selama kasus pengadilan Noury", media Iran melaporkan sebelumnya.

Tahun lalu, penyelidik PBB tentang hak asasi manusia di Iran menyerukan penyelidikan independen atas tuduhan eksekusi tahun 1988 yang diperintahkan negara dan peran yang dimainkan oleh Presiden Ebrahim Raisi sebagai wakil jaksa saat itu.

Presiden Raisi, ketika ditanya tentang tuduhan itu, mengatakan kepada wartawan setelah pemilihannya pada Juni tahun lalu, ia telah membela keamanan nasional dan hak asasi manusia.

Di Iran, Djalali dituduh memberikan informasi kepada Israel untuk membantu membunuh beberapa ilmuwan nuklir senior. Istrinya membantah tuduhan itu. Mahkamah Agung Iran menguatkan hukuman mati dan Djalali melakukan mogok makan sebagai protes atas "pengakuan paksa" -nya.

Diketahui, pasukan Pengawal Revolusi Iran telah menangkap puluhan warga negara ganda dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar atas tuduhan spionase. Aktivis HAM menuduh Iran menggunakan mereka sebagai alat tawar-menawar. Iran, yang tidak mengakui kewarganegaraan ganda, membantah mengambil tahanan untuk mendapatkan pengaruh diplomatik.

Kendati demikian, Iran diketahui juga telah menukar beberapa orang asing yang dipenjara dan berkewarganegaraan ganda, dengan orang Iran yang ditahan di luar negeri.