Mulai Bekerja, TGPF Intan Jaya Akan Temui Saksi Kasus Penembakan
Suasana rapat TGPF Intan Jaya di Papua (Foto: Humas Kemenko Polhukam)

Bagikan:

JAKARTA - Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya yang dibentuk oleh Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD telah tiba di Papua, Rabu, 7 Oktober. Tim yang dibentuk untuk mengivestigasi peristiwa penembakan yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya tersebut tiba dalam dua rombongan dan melakukan sejumlah pekerjaan termasuk mengumpulkan keterangan saksi.

"Kedua rombongan tim yang dipimpin oleh Benny Mamoto dan beranggotakan unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh kampus ini akan langsung bekerja. Mereka akan melakukan pertemuan dan wawancara dengan para saksi dan sejumlah tokoh netral yang sudah diagendakan sebelumnya," demikian keterangan resmi dari Humas Kemenko Polhukam yang dikutip Rabu, 7 September.

Tim ini mendarat di dua bandara yang berbeda. Rombongan pertama tiba di Bandar Udara Mozes Kilangin, Timika yang lokasinya dekat dengan dengan Kabupaten Intan Jaya dan rombongan kedua tiba di Jayapura.

Rombongan kedua yang tiba di Jayapura merupakan unsur tokoh masyarakat Papua seperti Constan Karma, Taha Al Hamid, dan Michael Manufandu. Sedangkan dua orang lainnya adalah mantan Dubes Indonesia di PBB Makarim Wibisono, dan Deputi III Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo, yang juga Wakil Ketua TGPF Intan Jaya. 

Mereka langsung bertemu dengan sejumlah tokoh HAM dan pegiat LSM Papua di Bandara Sentani. Kemudian sore dan malam harinya melakukan dialog dan koordinasi dengan jajaran Pemrov Papua, yakni DPRP, Kodam XVII/Cenderawasih, Kepala Kejaksaan Tinggi, Ketua Pengadilan Tinggi, Kabinda, Kepala biro Hukum, dan dipimpin Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Papua. Turut hadir pula perwakilan dari FKUB Papua. 

Sedangkan tim yang mendarat di Timika yang menuju lokasi penembakan beranggotakan unsur yang lebih beragam. Mereka terdiri dari tokoh masyarakat, agama, adat, dan tokoh kampus. Selain itu, terdapat pula dari unsur Kepolisian, TNI, Badan Intelijen Negara (BIN), serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Dari kalangan tokoh agama adalah Pendeta Henok Bagau yang warga asli Intan Jaya, Jhony Nelson Simanjuntak dari PGI, dan Samuel Tabuni. Sementara dari unsur kampus adalah rektor Universitas Cendrawasih Apolo Safanpo dan Sosiolog UGM Bambang Purwoko. 

Selanjutnya, untuk unsur pemerintah diwakili Deputi Bidang Polhukam Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani dan LPSK diwakili Edwin Partogi Pasaribu, dan sejumlah tokoh kredibel lainnya. 

Sejak tiba di Timika, Tim pimpinan Benny Mamoto ini langsung menggelar rapat teknis dengan aparat setempat dan akan bergerak menghimpun informasi dari saksi-saksi. 

"Kami bekerja sepenuh hati agar kasus ini menjadi terang, sehingga Tim TGPF Intan Jaya bisa memberikan laporan dan masukan yang tepat untuk pemerintah," kata Benny di sela kegiatan tim.

Kemenko Polhukam memastikan tim ini tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat selama melaksanakan proses investigasi. TGPF ini akan bekerja selama dua pekan mengusut kasus penembakan tersebut, terhitung sejak 1 Oktober lalu.

Sebelumnya, Pemerintah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengusut peristiwa penembakan yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan tim ini dibentuk melalui Surat Keputusan Menko Polhukam Nomor 83 Tahun 2020 diisi oleh sejumlah nama dari unsur pejabat di Kemenkopolhukam, TNI, Polri, Kantor Staf Presiden, Badan Intelijen Negara, hingga tokoh masyarakat. 

"Tim ini diberi tugas mulai dari awal keluar SK sampai dua minggu ke depan melaporkan hasil ke Kemenko Polhukam," kata Mahfud dalam konferensi pers secara daring, Jumat, 2 Oktober.

Tim tersebut harus mencari pelaku penembakan yang menewaskan sejumlah orang, termasuk Pendeta Yeremias di Intan Jaya sehingga pelakunya bisa segera dihukum demi menghentingkan aksi saling tuding antara TNI dan kelompok separatis terkait penembakan tersebut.

"Itu saling tuding siapa pelakunya, karena medannya berat. TNI mau masuk, tidak mudah karena tidak boleh menengok jenazah," ujar eks Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.

"Sehingga banyak usul pemerintah dari masyarakat ke pemerintah, termasuk dari persekutuan gereja agar melakukan minimal dua hal. Satu ungkap kasus bawa ke ranah hukum dan bentuk tim pencari fakta," imbuh dia.