Presiden Putin Klaim Kemenangan di Mariupol, Presiden Zelensky: Mereka hanya Menunda Hal yang Tidak Terhindarkan
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. (Wikimedia Commons/President.gov.ua)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut Rusia hanya menunda apa yang tidak terhindarkan, keluarnya mereka dari Ukraina, termasuk Mariupol akibat perlawanan yang diberikan.

Pernyataan larut malam tersebut keluar setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim kemenangan dalam pertempuran besar di Mariupol, Kamis, saat ratusan tentara dan warga masih bertahan di dalam kawasan pabrik baja Azovstal.

Ukraina mengatakan Presiden Putin ingin menghindari bentrokan terakhir dengan pasukannya di Mariupol, karena dia kekurangan pasukan untuk mengalahkan mereka. Namun para pejabat Ukraina juga meminta bantuan untuk mengevakuasi warga sipil dan tentara yang terluka.

Sementara, Amerika Serikat membantah klaim Putin dan mengatakan pihaknya yakin pasukan Ukraina masih menguasai kota itu. Putin memerintahkan pasukannya untuk memblokade kompleks baja, di mana orang-orang Ukraina sebelumnya diperintahkan untuk menyerah atau mati.

Kemarin, Presiden Putin mengucapkan selamat kepada Menteri Pertahanan Sergei Shoigu, atas keberhasilannya menyelesaikan pertempuran di Mariupol. Memerintahkan pembatalan penyerbuan ke Azovstal, tapi ingin pengepungan sehingga lalat tidak bisa masuk maupun keluar.

Dalam pidato larut malam, Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan Rusia melakukan semua yang bisa 'untuk membicarakan setidaknya beberapa kemenangan', termasuk memobilisasi kelompok-kelompok taktis batalion baru.

"Mereka hanya dapat menunda hal yang tak terhindarkan, waktu ketika penjajah harus meninggalkan wilayah kita, termasuk dari Mariupol, sebuah kota yang terus melawan Rusia terlepas dari apa yang dikatakan penjajah," ujar Presiden Zelensky, melansir Reuters 22 April.

Ditanya tentang deklarasi kemenangan Putin di Mariupol, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan itu "lebih banyak disinformasi dari buku pedoman mereka yang sudah usang".

Mariupol, yang pernah menjadi rumah bagi 400.000 orang, telah menyaksikan tidak hanya pertempuran paling intens dari perang yang dimulai ketika pasukan Rusia menyerbu pada 24 Februari, tetapi juga bencana kemanusiaan terburuknya.

Ukraina memperkirakan puluhan ribu warga sipil tewas di Mariupol. PBB dan Palang Merah mengatakan korban sipil setidaknya ribuan.

Wartawan yang mencapai Mariupol selama pengepungan menemukan jalan-jalan penuh dengan mayat, hampir semua bangunan hancur, dan penduduk meringkuk kedinginan di ruang bawah tanah, keluar untuk memasak sisa makanan di kompor darurat atau mengubur mayat di kebun.

Pejuang Ukraina tetap berada di dalam kompleks baja Azovstal, salah satu fasilitas metalurgi terbesar di Eropa, seluas 11 km persegi dengan bangunan besar, bunker bawah tanah, dan terowongan.

Diketahui, Mariupol, sebuah pelabuhan utama di wilayah Donbas timur Ukraina, terletak di antara wilayah yang dikuasai oleh separatis Rusia dan Krimea, semenanjung Laut Hitam yang direbut Moskow pada tahun 2014. Dengan merebut kota itu, Rusia akan dapat menghubungkan kedua wilayah tersebut karena mengintensifkan serangannya di timur Ukraina.