Bagikan:

DEPOK - Akademisi dari Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Meidi Kosandi, Ph.D. menilai Pemerintah menghadapi dilema antara pasar dan masyarakat untuk membuat kebijakan yang tepat terkait krisis minyak goreng di Indonesia.

"Dalam konteks pasar, kebijakan tidak dilihat dari perilaku jual beli, tetapi dari aktor konstituen, yaitu rakyat yang memegang peranan penting," kata Meidi dalam keterangannya, Kamis 21 April.

Hal tersebut dikatakan Meidi Kosandi dalam acara webinar “Strategi Penyelesaian Krisis Minyak Goreng di Indonesia”

Menurutnya, Pemerintah harus menyadari tidak ada kebijakan ekonomi dan politik yang bisa memuaskan semua pihak.

Setiap kelompok berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi sebesar-besarnya dengan usaha sekecil-kecilnya.

Oleh karena itu, dalam setiap kebijakan ekonomi dan politik, selalu ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan, katanya lagi.

Ia menyatakan pula, negara menghadapi dilema karena dalam mengembangkan industri kelapa sawit, negara diterpa berbagai isu, seperti lingkungan hidup, alih lahan hutan, dan isu keberpihakan pada masyarakat.

Dalam menerapkan kebijakan, ada kecenderungan dominasi dari paradigma kekuasaan.

Beberapa narasi pun muncul terkait kenaikan harga minyak goreng, misalnya narasi ketergantungan konsumsi minyak goreng di dalam negeri, sehingga diperlukan perubahan perilaku masyarakat dan narasi penimbunan minyak goreng.

"Narasi-narasi seperti ini bisa jadi benar, namun dalam praktiknya semua permasalahan yang berhubungan dengan suplai ini sering dikaitkan dengan persoalan lain, contohnya politik," katanya dikutip Antara.

Ia menyebut ada beberapa pilihan kebijakan yang bisa diterapkan terkait permasalahan kenaikan harga minyak goreng.

Pemerintah dapat membangun industri kelapa sawit berkelanjutan, dengan melibatkan masyarakat dalam kebijakan negara, katanya.

Dari sisi regulasi, pemerintah harus membuat pengaturan untuk prioritas suplai pasar domestik dan menerapkan insentif perdagangan domestik.

Sementara itu, terkait distribusi, pasar domestik harus dilindungi dan pengawasan terhadap pasar domestik dan perdagangan internasional harus diperketat.

"Kebijakan juga harus redistributif. Artinya, pendapatan produk sawit digunakan untuk lingkungan hidup, industri, dan pasar domestik," ujarnya.

Dia mengatakan bahwa isu kartel minyak goreng ini seakan dibenarkan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Muhammad Lutfi, di depan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Dengan kewenangan kementerian yang terbatas, Lutfi menyebutkan adanya mafia minyak goreng yang mengambil keuntungan pribadi, sehingga berbagai kebijakan Pemerintah tumpul di pasar.

"Mafia atau kartel ini dapat dilakukan melalui tiga hal, yakni harga, produksi, dan wilayah pemasaran," ujar Meidi.