JAKARTA - Konsultan properti memperkirakan kondisi pasar properti untuk perkantoran di wilayah DKI Jakarta akan kembali normal pada tahun 2022, mengingat situasi perekonomian pada 2020 dinilai masih belum terlalu menggembirakan untuk sektor tersebut.
"Masih perlu waktu untuk bisnis perkantoran untuk bisa kembali normal lagi," kata Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto, dikutip dari Antara, Rabu 7 Oktober.
Hal itu, kata dia, terlihat dari antara lain proyeksi tingkat permintaan ruang perkantoran lebih rendah dibandingkan proyeksi yang ada sebelumnya, akibat pandemi dan melambatnya tingkat pertumbuhan ekonomi.
Terkait dengan kondisi pandemi COVID-19, Ferry berpendapat bahwa dengan adanya vaksin maka akan membantu pemulihan ekonomi yang akan diiringi dengan kondisi booming property pada tahun selanjutnya.
"Pertengahan 2021 kemungkinan akan menjadi sign (pertanda) apakah properti itu bergerak membaik atau tidak dan hasilnya baru akan bisa dilihat pada tahun 2022," katanya.
Ia mengungkapkan bahwa pada kuartal III 2020 tidak ada pasokan baru baik di CBD (central business district/kawasan sentra bisnis) maupun di luar CBD.
Berdasarkan data Colliers International Indonesia, proyeksi pasok kumulatif di Jakarta saat ini tercatat sebanyak 10,3 juta meter persegi, dengan 6,9 juta meter persegi atau sekitar 66 persennya terletak di CBD.
Selain itu jumlah ruang kantor di Jakarta yang belum terserap tercatat ada sebanyak 1,9 juta meter persegi, di mana 68 persennya dipasok di CBD.
BACA JUGA:
Dengan kondisi demikian, lanjutnya, maka semakin banyaknya tambahan pasok gedung perkantoran ke depannya akan semakin memberikan tekanan kepada tingkat hunian di wilayah ibu kota pada 2021.
Sebelumnya perusahaan konsultan properti Knight Frank Indonesia mengungkapkan pandemi COVID-19 telah menyebabkan tingkat hunian atau okupansi perkantoran di Jakarta turun tipis dari okupansi semester II 2019 sebesar 76 persen menjadi 75,9 persen pada semester I 2020.
"Dari tingkat hunian, seperti yang bisa diprediksi turun menjadi 75,9 persen. Hal ini juga diikuti harga sewa yang cenderung turun dan berada di bawah tekanan di semua grade (kelas) yang ada," kata Senior Advisor Research Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat.
Ia menuturkan tingkat kekosongan ruang perkantoran Jakarta mencapai 24,1 persen dan ada serapan 81.699 meter persegi jumlah ruang pada periode ini.