Bagikan:

JAKARTA - Pandemi masih menjadi momok utama yang membuat perekonomian terdampak hebat. Menurunnya daya beli terjadi di semua golongan masyarakat.

Indonesia diperkirakan akan memasuki resesi di akhir triwulan 3 tahun 2020. Konstraksi ekonomi sebesar 5,32 persen telah terjadi di triwulan 2 tahun 2020.

Tren penurunan ini diperkirakan akan berlanjut di triwulan selanjutnya yang mengartikan bahwa secara teknikal, Indonesia telah memasuki resesi dengan pertumbuhan negatif selama dua kali triwulan berturut-turut.

Gelombang resesi ini akan sangat membahayakan bila memukul sektor perbankan. Bila sektor finansial dan perbankan mengalami crash artinya kita akan dihadapkan dengan multi dimensi resesi selain krisis kesehatan karena pandemi.

Hal yang harus segera diantisipasi karena saat ini saja restrukturisasi pinjaman di perbankan mencapai Rp857 triliun yang sebagian besar terancam macet bila tidak ada kebijakan relaksasi sampai akhir tahun. Dengan rentetan kekhawatiran tersebut, sektor properti dihadapkan pada kondisi yang tidak menguntungkan.

Berdasarkan survei pasar properti di Jabodebek-Banten di triwulan 2 tahun 2020 yang dilakukan Indonesia Property Watch (IPW)  memerlihatkan pasar mengalami kenaikan luar biasa, hampir naik dua kali lipat dibandingkan triwulan I 2020. Pergerakan ini terlihat jelas pada akhir Mei setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah dilonggarkan.

Euforia masyarakat yang melihat pasar properti sebagai instrumen investasi yang aman membuat pasar bergerak naik. Sebelumnya Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch mengatakan bahwa pergerakan ini meskipun menggembirakan, namun polanya masih belum stabil dan sangat rentan terhadap kebijakan pemerintah yang diambil dalam menghadapi pandemi.

"Karena seperti diketahui pasar properti triwulan I 2020 mengalami anjlok sampai 50,1 persen saat terjadinya pemberlakukan PSBB. Artinya pemberlakuan PSBB akan sangat memengaruhi pasar properti saat ini," ujar Ali dalam keterangan tertulisnya kepada VOI, Kamis 10 September.

Dengan diberlakukannya kembali PSBB di sejumlah daerah termasuk di DKI Jakarta per 14 September mendatang membuat kekhawatiran pasar properti kembali mengalami konstraksi tajam. Dampaknya diperkirakan akan terlihat di triwulan IV tahun 2020.

Bila pengetatan PSBB terus berlanjut maka sampai akhir tahun 2020 pasar properti akan tertekan hebat. Kondisi para pengembang kelas menengah sampai kecil saat ini sangat tertekan. Seperti yang telah diperkirakan sebelumnya bahwa daya tahan pengembang ini diperkirakan 3-6 bulan sejak Maret 2020.

"Yang artinya bulan depan bila kondisi masih belum membaik, akan mulai terjadi seleksi alam bagi pengembang. Yang tidak dapat bertahan pastinya akan kolaps. Di sisi lain, pasar konsumen akan melihat kondisi saat ini dengan lebih mengetatkan cash flow dan antisipasi kemungkinan terburuk paling cepat sampai akhir tahun 2020. Dampaknya akan membuat periode wait and see semakin panjang," jelas Ali.