JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan penanganan dugaan penerimaan gratifikasi berupa akomodasi dan tiket MotoGP Mandalika oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berjalan maksimal. Semua proses dipastikan terbuka dan tak ada yang ditutupi.
Hal ini disampaikan oleh Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang minta pengusutan dugaan gratifikasi yang menjerat Lili diusut secara transparan.
"Tak ada yang ditutupi Saat ini, Dewas masih dalam tahap pengumpulan informasi, bahan, dan keterangan dari pihak-pihak yang diduga mengetahui dan memiliki informasi tentang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ibu LPS," kata Syamsuddin dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin, 18 April.
Salah satu pihak yang akan dimintai keterangan, sambung Syamsuddin, adalah PT Pertamina (Persero). Perusahaan pelat merah inilah yang diduga memberikan gratifikasi berupa akomodasi dan tiket MotoGP untuk Lili.
Dewas KPK meminta Pertamina untuk kooperatif terhadap pengusutan dugaan gratifikasi ini. Caranya dengan memberikan keterangan yang benar tentang segala informasi yang mereka ketahui.
"Kepada pihak-pihak terkait, termasuk Pertamina dan anak perusahaannya, bisa bekerjasama dan koperatif, yakni dengan memberikan keterangan secara benar dan jujur mengenai informasi yang mereka ketahui," tegasnya.
Mahfud MD dalam keterangan tertulisnya memang minta kepada Tumpak Hatorangan Panggabean, dkk untuk transparan dalam mengusut dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Lili. Selain itu, Dewan Pengawas KPK diminta bersikap tegas jika wakil ketua komisi antirasuah tersebut terbukti menerima gratifikasi.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, ketegasan ini perlu dilakukan untuk mencegah adanya rasa tidak percaya dari publik terhadap komisi antirasuah. Sementara pemberian hukuman perlu diberikan untuk mencegah terjadinya demoralisasi.
"Dewas harus menunjukkan sikap tegas kepada publik. Kalau Lili Pintauli salah harus dijatuhi sanksi. Tapi, kalau dia benar dia harus dibela. Jangan sampai terjadi public distrust tapi juga jangan sampai terjadi demoralisasi dan ketidaknyamanan di internal KPK," kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya.
Tak hanya itu, Mahfud juga berpesan agar dugaan gratifikasi semacam ini dihadapi secara bijak oleh KPK. Apalagi, isu pelanggaran etik yang dilakukan Lili juga masuk ke dalam laporan pelanggaran hak asasi yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat.
Selain itu, sikap tegas terhadap pelanggaran etik yang dilakukan oleh Lili juga harus ditunjukkan KPK karena prestasi dan kinerja mereka sudah baik belakangan ini. Jangan sampai, kata Mahfud, dugaan semacam ini justru membuat lembaga yang diketuai Firli Bahuri tersebut jadi ternoda.
"Berdasar hasil survei, belakangan ini KPK semakin baik prestasi dan kinerjanya," tegas eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
"Ibarat lukisan, jangan sampai lukisan yang sudah bagus menjadi ternoda oleh tetesan cat yang tak perlu," ujar Mahfud.
Sebagai informasi, Lili bukan hanya sekali ini saja diduga melanggar etik. Dia sebelumnya sudah pernah dinyatakan melanggar etik pada 30 Agustus 2021 karena melakukan kontak dengan pihak berperkara di KPK yaitu mantan Wali Kota Tanjungbalai yang terlibat kasus suap.
Bahkan, perbuatannya ini jadi sorotan dalam laporan yang dikeluarkan oleh pihak Deplu AS. Disebutkan, akibat perbuatannya, Lili dihukum pengurangan gaji selama setahun sebesar 40 persen.
"Dewan memutuskan Siregar memiliki kontak yang tidak pantas dengan subjek investigasi untuk keuntungan pribadinya sendiri dan memberlakukan pengurangan gaji satu tahun, 40 persen untuk Siregar atas pelanggaran tersebut," tulis laporan berbahasa Inggris tersebut.