Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyebut pihaknya tidak melarang kegiatan aksi demonstrasi di masa pandemi, termasuk aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang berjalan hari ini.

Namun, Wiku mengingatkan kepada semua elemen masyarakat, khususnya buruh yang melakukan aksi unjuk rasa bahwa ada potensi penularan COVID-19 yang berujung klaster di satu lokasi.

"Klaster industri sudah banyak bermunculan. Ini tentunya juga berpotensi mengganggu kinerja pabrik dan industri lainnya, dan potensi serupa juga akan muncul dalam kegiatan berkerumun yang dilakukan hari ini," kata Wiku dalam tayangan Youtube Sekretariat Presiden, Selasa 6 Oktober.

Kemudian, Wiku menyebut pemerintah tak akan menggunakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan sebagai penindakan hukum kepada pelaku kerumunan.

Dalam Pasal 93, disebutkan bahwa Setiap orang yang tidak mematuhi dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat dapat dipenjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100 juta.

"Sampai dengan saat ini, tidak ada rencana untuk menggunakan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan dalam respons (aksi unjuk rasa) ini," ungkapnya.

Adapun, pembubaran kegiatan penyampaian aspirasi, menurut Wiku, merupakan kewenangan dari pihak aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian yang sedang bertugas.

"Oleh karena itu kami mendorong agar para pihak yang ingin menyampaikan aspirasinya untuk mematuhi arahan dari pihak kepolisian selama kegiatan berlangsung," jelasnya.

Terhadap masyarakat yang menggunakan hak berdemokrasi pada hari ini, Wiku mengimbau untuk tetap menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker serta menjaga jarak.

"Untuk menghindari klaster, kami himbau agar masyarakat yang berpartisipasi untuk disiplin melaksanakan semua protokol kesehatan demi keamanan kita semuanya," pungkasnya.