Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto, mengusulkan pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk minyak goreng sawit sebagai upaya menyelesaikan kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng.

Mulyanto menegaskan, pemerintah perlu membuat terobosan radikal agar masalah tersebut dapat segera tuntas dan tidak terulang dikemudian hari.  

Apalagi sudah satu bulan sejak HET minyak goreng sawit (MGS) curah terbaru diberlakukan, tapi komoditas ini masih langka dan harganya masih di atas HET.  

"Kalau dibiarkan entah sampai kapan harga MGS curah ini mencapai HET," ujar Mulyanto kepada wartawan, Senin, 18 April. 

Sebagai informasi, meski sudah satu bulan berlaku HET MGS curah sebesar Rp14.000 per liter atau Rp 15.500 per kg. Namun hingga hari ini harganya tidak turun. 

Tapi berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, per 16 April, MGS curah masih bertengger di angka Rp20.000 per kg, sedang harga MGS kemasan sebesar Rp26.600 per kg.

Legislator PKS Dapil Banten itu mengatakan, pemerintah sudah bergonta-ganti kebijakan, dari pendekatan perdagangan menjadi pendekatan industri dalam satu bulan terakhir. 

Pendekatan perdagangan dilakukan melalui subsidi domestic market obligation (DMO) CPO dan turunannya dengan harga domestic price obligation (DPO). Sementara pendekatan industri, dilakukan melalui subsidi MGS via dana sawit.

Namun hasilnya, kata Mulyanto, pemerintah tetap tidak dapat mengendalikan harga MGS sesuai HET. Sebab, produsen dan distributor MGSnya bersifat oligopolistik.

"Mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk mengatur produksi dan pembentukan harga. Sementara kepatuhan pada regulasi yang ada, baik di sisi produksi maupun di sisi distribusi sangat mengkhawatirkan," katanya. 

Di sisi lain, tambah Mulyanto, salah satu kendala pembentukan BUMN MGS adalah lahan sawit BUMN yang terbatas, yakni hanya sebesar 4 persen. Dengan rincian, swasta besar menguasai 55 persen lahan perkebunan kelapa sawit sementara kepemilikan masyarakat hanya sebesar 41 persen.

"Kalau dapat disusun regulasi untuk mengoptimalkan perkebunan rakyat oleh BUMN MGS, maka konsolidasi lahan tersebut dapat mencapai 45 persen. Ini jumlah yang cukup besar untuk mengimbangi dominasi swasta," pungkas Mulyanto.