Bagikan:

JAKARTA - Minggu 13 Maret pukul 09.05 WIB di Pasar Kembang, Yogyakarta. Pelayan Alfamart di tempat itu dikagetkan sosok berkemeja putih yang tiba-tiba masuk ke dalam toko. Dia Presiden Jokowi.

Jokowi bukan tanpa agenda ke dalam situ. Dia mau mengecek langsung ketersediaan minyak goreng di sejumlah lokasi pasar dan toko swalayan yang menjadi persoalan berbulan-bulan lamanya.

Di berbagai tempat, warga menjerit. Mereka mengeluh dengan susahnya mendapatkan minyak goreng. Kalau pun ada, harganya bisa tidak masuk akal.

Hampir di banyak tempat, khususnya kota-kota besar, minyak goreng memang menjadi barang langka. Namun kalau kata Kementerian Perdagangan, dampak dari kenaikan harga dan kelangkaan barang yakni panic buying. Hal tersebut karena harga minyak goreng yang terjangkau sehingga membuat masyarakat membeli melebihi kebutuhan.

Saat tiba di sebuah minimarket yang berada di Pasar Kembang, Presiden langsung berjalan menuju tempat minyak goreng. Benar saja, dia akhirnya melihat secara langsung tidak ada stok minyak goreng.

"Sejak kapan tidak ada?” tanya Presiden.

“Baru tadi pagi Pak,” jawab penjaga minimarket.

Tangkap layar YouTube Sekretariat Presiden

Memang di toko-toko serupa, minyak goreng bisa hitungan jam raib dari etalase. Rata-rata sebelum jam 14.00 WIB, hampir pasti tidak bakal lagi ditemui keberaaan minyak goreng.

Presiden pun menanyakan harga jual minyak goreng tersebut. “Kalau yang dua literan itu Rp28.000, tapi kalau yang satu liter itu Rp14.000,” ucap penjaga minimarket.

“Tapi datang lagi kapan?” tanya Presiden.

“Enggak mesti, Pak,” ucap penjaga toko tersebut.

Selain mengunjungi toko swalayan, Presiden juga mengecek langsung ketersediaan minyak goreng di pedagang yang berada di Pasar Beringharjo dan Pasar Sentul Yogyakarta. Di kedua pasar tersebut, Presiden menemukan harga yang bervariasi, mulai dari Rp14.000 per liter hingga Rp20.000 per liter.

Namun, tingginya harga minyak goreng juga tidak menjamin ketersediaan adanya stok. “Barang ada, tapi mahal ya,” ucap Presiden mengomentari tingginya harga minyak goreng. “Ada tapi lambat Pak, nanti kalau sudah habis lama lagi,” kata pedagang.

Masalah lainnya adalah tidak adanya jadwal yang pasti tentang pengiriman minyak goreng ke para pedagang maupun toko swalayan. Presiden tidak mendengar jawaban yang pasti kapan minyak goreng akan dikirim. Hampir semua pedagang menjawab tidak tahu kapan akan ada pengiriman berikutnya.

“Ya gak mesti Pak, bisa tiga hari sekali,” ucap salah satu pedagang yang ditemui Presiden.

Terpisah, Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam keterangan persnya di Balikpapan menyebut bahwa pengecekan langsung yang dilakukan Presiden Jokowi merupakan suatu kelaziman ketika berada di daerah, termasuk soal minyak goreng.

Tangkap layar YouTube Sekretariat Presiden

“Pada prinsipnya Bapak Presiden dalam setiap kunjungan ke daerah, beliau pasti juga melakukan sidak untuk melihat persoalan yang menyangkut minyak goreng dan beliau sangat memahami persoalan ini,” ujar Pramono.

Lebih jauh, Pramono menjelaskan bahwa Presiden akan segera memutuskan langkah-langkah yang akan diambil pemerintah dalam waktu dekat terkait minyak goreng tersebut. Kepala Negara juga akan segera mengadakan rapat bersama jajarannya selepas acara di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

“Hal ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama, sehingga dengan demikian direncanakan setelah kembali dari acara IKN ini, Presiden akan mengadakan rapat intern untuk segera memutuskan persoalan yang berkaitan dengan minyak goreng ini,” jelasnya.

Minyak Goreng langka di negeri yang jadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia

Memang langkanya minyak goreng ini sudah di luar logika. Bayangkan saja, ada komitmen dari produsen CPO yang mencapai 351 juta liter selama 14 hari, sementara kebutuhan di tanah air selama per bulan berkisar antara 279 sampai 300 juta liter. Sedangkan ekspor CPO (Crude Palm Oil/Minyak sawit mentah) dilarang. Artinya secara logika lebih dari cukup.

Kemudian, data dari Kementerian Pertanian tahun 2019, total luas kelapa sawit di Indonesia mencapai 16,38 juta hektare tersebar di 26 provinsi. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat produksi minyak sawit mentah tahun 2021 mencapai 46,88 juta ton. Memang turun 0,31 persen dari capaian 2020 sebesar 47,03 juta ton. Tapi masih cukup besar.

Bahkan dari data yang diperoleh, sejak tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat pertama dan menjadi raja produsen sawit terbesar di dunia. Tahun 2019, produksi sawit di Indonesia pernah menembus 43,5 juta ton, dengan pertumbuhan rata-rata per tahunnya mencapai 3,61 persen.

Bayangkan! Betapa ironisnya, minyak goreng langka di negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia.

Dari temuan awal Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), kelangkaan minyak goreng disinyalir dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari 'panic buying' hingga masalah di distribusi.

Ketua Satgas Pangan Polri Irjen Pol Helmy Santika di media mengakui hasil pantauan di lapangan memang terjadi kelangkaan minyak goreng. Itu terjadi karena ulah pelaku usaha. Menurut Helmy, harga minyak goreng naik karena aksi pelaku usaha menahan stok. Aksi itu mereka lakukan karena minyak goreng mereka beli dengan harga lama yang lebih mahal dari patokan pemerintah yang hanya Rp14 ribu per liter.