JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyatakan, penyimpulan Undang-Undang Cipta Kerja membuat pekerja rentan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah hal yang prematur.
"Sangat prematur apabila secara tergesa-gesa menyimpulkan bahwa RUU Cipta Kerja ini rentan terhadap PHK bagi pekerja atau buruh. RUU Cipta Kerja ini justru ingin memperluas penyediaan lapangan kerja dan meningkatkan kualitas perlindungan bagi pekerja atau buruh, utamanya perlindungan bagi mereka yang mengalami PHK melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)," kata Menaker Ida dalam pernyataan di Jakarta, dilansir Antara, Selasa, 6 Oktober.
Menurut Ida, dalam rangka perlindungan kepada pekerja yang menghadapi PHK, RUU Cipta Kerja tetap mengatur ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara PHK. Selain itu, UU itu tetap memberikan ruang bagi serikat pekerja dan buruh memperjuangkan kepentingan anggotanya yang sedang mengalami proses PHK.
BACA JUGA:
Cipta Kerja juga semakin mempertegas pengaturan mengenai "upah proses" bagi pekerja selama PHK masih dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (incraht), sebagaimana amanat Putusan MK No.37/PUU-IX/2011.
Karena itu, untuk meyakinkan pekerja dan masyarakat akan poin-poin penting UU Cipta Kerja, pemerintah perlu melakukan dialog yang intensif dengan berbagai pemangku kepentingan, terutama unsur ketenagakerjaan, seperti pekerja dan dunia usaha.
Menurut Ida, pemerintah perlu memanfaatkan jejaring kementerian serta lembaga terkait serta pemerintah daerah khususnya Dinas Tenaga Kerja.
Selain itu, pemerintah juga perlu segera menyusun peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan peraturan lain di bawahnya, yang akan melibatkan pekerja dan dunia usaha.
"Untuk memastikan bahwa perlindungan yang diinginkan dari Undang-Undang Cipta Kerja ini bisa dirumuskan dengan baik bersama dengan stakeholder," katanya.