Bagikan:

JAKARTA - Harga tes swab COVID-19 mandiri telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan sebesar Rp900 ribu. Namun, saat ini harga tersebut belum diterapkan di Jakarta.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Widyastuti menyebut, pihaknya akan mengumpulkan rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang pengelola jejaring laboratorium pemeriksaan COVID-19 terlebih dahulu untuk mengevaluasi harga tes swab COVID-19 yang sebelumnya berlaku.

"Kami akan menyesuaikan, mengumpulkan teman-teman laboratorium semua untuk kita evalausi. Regulasi yang mengikat seperti peraturan menteri kesehatan akan jadi acuan kita untuk melakukan evaluasi," kata Widyastuti kepada wartawan, Selasa, 6 Oktober.

Meski begitu, Widyastuti hanya akan mengoordinasikan penyesuaian harga tes swab kepada laboratorium pemeriksaan COVID-19 yang masuk dalam jejaring Pemprov DKI

"Semua lab yang sudah masuk ke dalam jejaring kami, kita punya 54 dan kemudian ada tambahan dua lagi. Kalau yang di luar itu, kami tidak rekomendasi, wong kami tidak memberikan rekomendasi," ucap Widyastuti.

 

Terhadap perbedaan harga tes swab yang selama ini dikenakan berbeda-beda di tiap fasilitas kesehatan, kata Widyastuti, disebabkan berasal dari reagen test kit yang berbeda-beda. 

"Reagen itu kan ada beberapa alat yang juga beredar dengan berbagai merek. Ada yang kapasitas besar, kapasitas kecil, dan beberapa produsen reagen itu juga dari berbagai negara," jelas Widyastuti.

"Sehingga, waktu itu, teman-teman membeli barang yang telah ada terlebih dahulu karena dibutuhkan, yang penting terstandar," ungkap dia.

Diberitakan sebelumnya, Plt Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir mengumumkan, biaya untuk sekali uji usap ditetapkan sebesar Rp900 ribu. 

Penetapan ini dilakukan, agar masyarakat bisa mengakses pengujian tersebut di tengah pandemi COVID-19 sambil tetap memperhatikan keadaan fasilitas kesehatan yang mengadakannya.

"Kemenkes bersama BPKP menyetujui ada kesepakatan bersama batas tertinggi biaya swab dan PCR mandiri yang bisa kami pertanggungjawabkan untuk ditetapkan kepada masyarakat yaitu Rp900 ribu," kata Abdul.

Sebelum penetapan biaya ini diambil, Abdul mengatakan pihaknya sudah melakukan tiga kali pembahasan bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan melaksanakan survei serta analisis di berbagai fasilitas kesehatan. 

Untuk acuan menentukan harga, dua lembaga ini kemudian menghitung sejumlah hal seperti jasa pelayanan hingga harga alat yang digunakan.

"Kami menghitung komponen biaya yang terdiri atas jasa pelayanan atau SDM. Untuk jasa pelayanan ini tentunya kami menghitung ada jasa dokter, mikrobiologi klinik, kemudian tenaga ekstraksi, jasa pengambilan sampel. Kemudian komponen lainnya adalah bahan habis pakai termasuk di dalamnya adalah APD level 3. Disamping itu, kami menghitung harga reagen, yaitu harga regenekstraksi dan PCR-nya sendiri," ujarnya.